Senin, 20 Maret 2017

Published Maret 20, 2017 by with 0 comment

Aku Datang dari Desa

Aku Datang dari Desa

Oleh Eka Putriyana Widyastuti



"Aku datang dari desa kak"

"Aku merantau disini"

"Mencari ilmu dan kemajuan"

Sahaja Permata. 19 Tahun. Sesuai namaku, aku ingin menjadi permata yang berkilau namun tetap bersahaja. Aku adalah seorang perantau. Tidak untuk mencari nafkah, namun mencari setitik ilmu. Sudah lebih dari setengah tahun, hari-hariku kuisi dengan menuntut ilmu di kota pelajar. Aku datang dari pelosok. Tepatnya bagian paling Timur Jawa tengah. Hidupku jauh dari hingar bingar dan riuh kota. Bersahaja. Satu kata yang menggambarkan kehidupanku disana. Jauh dari konflik karena modernitas. Tapi penuh dengan gotong royong dan saling memahami.

Kini, aku meninggalkan desaku. Sebentar saja. Hanya sekejab. Karena aku akan kembali dengan harapan besar untuk desaku kelak. Membawa kemajuan untuknya nanti. Itu janjiku pada tempat kelahiranku dimana aku dibesarkan hingga sekarang.

Aku memilih Yogyakarta sebagai tempat aku mencari ilmu. Berawal dari opini masyarakat yang mengatakan Yogyakarta adalah kota pelajar, aku berangkat dengan penuh keyakinan dari desaku. Sendiri. Dengan tekad yang bulat. Orang tuaku hanya sebatas mengawasiku dari jauh. Dengan bermodal telepon dan sms. Itupun jika disana ada sinyal. Terkadang sinyal tak ada setiap saat. Begitu pelosok hingga sulit membuat sinyal handphone stabil. 

Aku memilih jurusan ilmu komunikasi. Berkat seorang temanku, Rani yang dari SMA, aku dikenalkan dengan jurusan yang sangat dekat dengan kemajuan itu. Tertarik, kuputuskan untuk memilih Ilmu komunikasi UNY. Itu pun berkat rekomendasi temanku itu. 

Aku cukup kesulitan saat mengikuti tes masuk perguruan tinggi demi masuk ke jurusan itu. Latar belakang sekolahku yang merupakan Sekolah Menengah Jurusan, membuatku harus belajar dari awal ilmu-ilmu sosial demi dapat menyelesaikan soal-soal berkategori SOSHUM itu. Masih ingat saat itu, aku harus berdebat dengan orang tuaku. Keinginanku untuk mengambil les tambahan di tempat bimbel harus mendapat pertentangan oleh orang tuaku. Biaya yang mahal dan tempat yang jauh tentu membuat mereka harus berpikir ulang untuk mengijinkanku. Kembali kutunjukan rasa semangatku yang menggebu, hingga membuat mereka pun luluh. 

Dan sinilah aku sekarang. Perjuanganku membuahkan hasil. Berkat doa orang tua dan semangatku. Bermodal tekad yang kuat, aku harus siap menghadapi apapun di tempat yang begitu bertolak belakang kondisinya dengan tempat tinggalku. 


"Boleh kakak minta id line mu?"

"Maaf kak, saya belum punya android."

Hari-hari memalukan bagiku. Saat aku sedang gencar-gencarnya beradaptasi. Kenapa aku tak pernah terpikir untuk membeli hp android dulu sebelum memulai kehidupanku disini. Padahal sebelumnya aku sudah diwanti-wanti Rani untuk membeli android. Karena hidup dikota berasa mati bila tak ada android. Semuanya menggunakan internet untuk berkomunikasi. Apalagi aku akan masuk di jurusan yang sangat berkaitan dengan media. Termasuk media sosial. Tentu aku harus punya modal. 

"Oke. Kakak catat saja nomor teleponmu"

" Baik kak." 

Masih ada nomor telepon. Kakak itu bisa menghubungiku dengan nomor telepon. Sambil berharap proses registrasi masuk perguruan tinggi ini cepat selesai aku segera memberikan nomor hpku. Sebelum aku ditanya hal-hal yang dapat membuatku malu. 

Hari ini, aku sedang melakukan tes wawancara Pemilihan minat dan bakat dari UKM jurnalisme di kampusku. Kujawab semua pertanyaan kakak tingkat yang mewawancaraiku dengan sejujur-jujurnya. Kubilang padanya bahwa aku benar benar ingin belajar. Bukan belajar menjadi pandai layaknya cendikiawan. Aku ingin belajar terbuka dan peka terhadap peristiwa. 

“Aku datang dari desa kak”. Aku mengerti posisiku saat ini. Cukup menantang memang. Aku yang ibaratkan masih kolot datang dari pelosok, berani mengambil resiko tekanan dengan mendaftarkan diri sebagai mahasiswa komunikasi di kampusku sekarang ini. Aku tak mengerti apa-apa tentang komunikasi. Ilmu yang kata orang sangat kekinian. Sedang aku jauh dari kata kekinian. Jaringan internet yang lemah di rumahku menghambatku untuk berselancar mengikuti arus kekinian yang semuanya serba menggunakan internet. Aku hanya sekedar tahu saja. Sosial media seperti instagram, youtube, facebook, twiter, path dan sebagainya. Hanya saja aku tak dapat menikmatinya setiap saat. Apalagi lingkunganku yang masih bersahaja. Pemuda-pemudinya masih polos. Bagi kami, hal-hal kekinian masih tabu untuk diikuti. Kondisi ekonomi kami juga tak mungkin mendukung kami untuk mengikuti. Apalagi bagi kami, hal-hal kekinian masih dianggap tak mungkin diikuti mengingat kondisi sosial kami yang masih kental dengan budaya dan tata krama. Yang tentu saja membuat kami harus membatasi perilaku kami. Memegang handphone saat berbicara dengan orang tua saja dianggap tak sopan. 

Lalu mengapa aku memilih untuk mengikuti arus kekinian, dengan masuk ke jurusan yang dianggap kekinian? Jadi, apakah aku mencoba tak mematuhi aturan di tempat tinggalku? Bukan. Bagiku ini langkah untuk berubah. Bukankah tak masalah aku menjadi orang kekinian tapi masih taat aturan? Komunikasi erat hubunganya dengan media. Erat hubungannya dengan banyak orang. Lewat ini, aku sadar bahwa ada saatnya setiap orang untuk bergerak dan muncul ke permukaan. Tidak hanya bersembunyi dalam titik aman dan nyaman saja. Suatu saat nanti, aku akan jadi orang yang sukses. Dan caranya aku harus jadi pemuda yang mengikuti jaman, peka terhadap berbagai peristiwa, dan berani mengambil langkah untuk maju dan sukses. Latar belakangku dari desa tak akan menghambatku untuk berjalan maju.

Toh aku sekarang sudah menjadi anak kota. Tinggal di kota, walau statusnya hanya perantau saja. Tapi cukup untuk merasakan hingar bingar dan riuh kota. Melihat bagaimana pemuda-pemudi kekinian melakukan aktivitasnya, bermain, belajar, eksis, nongkrong, dan sebagainya. Banyak sekali aktivitas mereka ternyata. Di lingkunganku, pemuda-pemudinya hanya dapat nongkrong di warung-warung sambil membicarakan pekerjaan mereka masing-masing dan tentang si kembang desa yang manis aduhai. Hanya sebatas itu-itu saja. Beda denganku sekarang, acara nongkrongku lebih berkualitas. Aku membicarakan berbagai projek dengan teman-temanku saat ini. film, foto, tulis-menulis, vlog. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Aku juga bebas bermain di sosial media. Membuatku terbuka pada dunia. Ada banyak hal yang aku ketahui lewat sosial media. Baik sesuatu yang baik maupun buruk dan tak patut dicontoh. 

Setelah satu semester berlangsung, pelan-pelan aku mulai mengikuti arus. Aku mulai paham apa yang harus aku pelajari. Broadcasting salah satunya. Demi kelancarannya, aku mencoba ikut ukm radio. Bermaksud untuk mengolah kemampuan bicaraku. Aku tahu, ukm radio sangat menuntut untuk dapat mengikuti arus perkembangan jaman. Tesnya saja tak jauh-jauh dengan dunia entertaiment. 


"Apa yang kau tahu tentang kehidupan anak-anak di kota?" Kakak itu memberikan pertanyaan lagi. 

"Bersahaja kak"

"Bersahaja? Bagaimana bisa begitu? Tak kamu lihatlah para anak-anak di kota yang dekat dengan modernitasnya? Moral yang mulai lenyap? Bagaimana dengan tata krama yang mulai pudar?" Kakak itu memberondongku dengan pertanyaannya.

"Iya bersahaja kak. Apabila mereka menjadi anak yang sadar kemajuan sekaligus sadar nilai-nilai, moral, dan budaya. Aku datang dari desa kak. Tak banyak gambaran modernitas di sana. Setelah saya disini, saya mengenal modernitas. Banyak kemudahan untuk berkarya. Banyak inspirasi yang dapat dari mana saja. "

"Dan saya berharap. Alangkah hebatnya pemuda di negeri ini apabila mereka penuh karya. Memanfaatkan kebebasan untuk berkarya yang ada saat ini dengan masih memegang moral dan nilai-nilai serta budaya." 

"Lalu apa misimu, sebagai orang desa yang datang ke kota?"

"Saya tak ingin terbelenggu dengan moral dan nilai yang ditanamkan di desa saja tanpa berkarya. Saya ingin menjadi orang yang maju. Mengikuti segala peristiwa di sekitar saya. Terus berkarya disetiap peristiwa yang saya lalui. Dan tetap memegang nilai dan moral yang diajarkan dari saya kecil."




Cerpen ini aku buat karena aku terinspirasi dari cerita kawanku se prodi tentag dirinya dan semangatnya untuk berubah ke arah yang lebih maju. Makasih ya... Semoga bisa menjadi pelajaran kita semua.


Read More
    email this       edit

Minggu, 19 Maret 2017

Published Maret 19, 2017 by with 0 comment

Parkirlah Kendaraan pada Tempatnya


Parkirlah Kendaraan pada Tempatnya
Eka PW

“Malioboro itu terkenal. Banyak wisatawan yang datang kemari demi bisa menikmati keramaian khas Jogja disini. Tapi masih banyak diantara mereka yang bingung ingin parkir dimana. Kata mereka terlalu jauh dan malas menyebrang jika parkir di Abu bakar Ali. Sebagian dari mereka memilih parkir di kawasan parkir mall matahari atau ramayana.” Tutur salah satu juru parkir di kawasan parkir Abu Bakar Ali saat ditemui di kawasan parkir Abu Bakar Ali Rabu, 15 Maret 2017. 

Malioboro. Salah satu tujuan wisata paling diminati di Yogyakarta. Tak lengkap rasanya apabila tak menginjakkan kaki di Malioboro saat berkunjung di Yogyakarta. Tempat wisata yang sangat kental dengan hal-hal berbau budaya. Khususnya budaya Jawa yang sangat melekat dari setiap sudutnya. Mulai dari makanan, pakaian dan pernak-pernik khas Yogyakarta ada disini. Berikut dengan orang-orang yang ramah siap menyambut kedatangan wisatawan di tempat ini. Mulai dari tukang delman, becak hingga pedagang, semuanya akan menyambut ramah para wisatawan. 

.Untuk berwisata di Malioboro akan lebih nyaman apabila berjalan kaki menyusuri setiap sudut Malioboro. Untuk urusan memarkir kendaraan, kawasan Malioboro menawarkan banyak lokasi Parkir. Diantaranya adalah kawasan parkir yang baru saja dibuka, Abu Bakar Ali, kawasan parkir Pasar Beringharjo, Stasius Tugu, Ina Garuda Hotel, Kawasan Parkir Matahari mall dan Ramayana. Namun pemerintah merekomendasikan wisatawan atau para warga yang beraktivitas termasuk penjual di Malioboro untuk memarkirkan kendaraan mereka di kawasan parkir Abu Bakar Ali. Hal ini demi terciptanya suasana tertib di kawasan Malioboro dan tentunya tidak menghambat kondisi arus lalu lintas di sekitar Malioboro. Letaknya yang diaggap strategis yaitu di sebelah utara jalan Malioboro, dapat membebaskan setiap emperan Jalan Malioboro dari ruwetnya kendaraan yang terparkir. 

“Disini banyak lokasi parkir. Ada yang di Ina Garuda Hotel, Matahari Mall atau Ramayana. Namun wisatawan, bahkan para pedagang atau penjaga toko sudah pada parkir di Abu Bakar Ali. Dulunya masih diemperan dan menjadikan suasana ruwet karena kendaraan sana-sini. Sejak adanya relokasi, mereka pindah parkir disini. Yah walaupun harus jalan sangat jauh. Dan tentu masih ada yang parkir tidak disini” Sambung sang juru parkir Abu Bakar Ali. 

Perrmasalahannya sekarang adalah masih ada saja para wisatawan yang memilih memarkirkaan kendaraan mereka di emperan toko atau kawasan parkir hotel dan mall yang berdampak pada ketertiban lokasi sekitar Malioboro. Padahal sekarang telah ada kawasan Parkiran Abu Bakar Ali yang merupakan hasil relokasi lahan parkir di kawasan Malioboro dan tentunya sangat direkomendasikan pemerintah untuk para wisatawan demi tertibnya kawasan Malioboro. Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mendorong mereka menjadi wisatawan dan civitas Malioboro yang tertib walau hanya sekedar memarkirkan kendaraan mereka di tempat parkir yang disarankan pemerintah. 

Aziza, salah satu pengunjung Malioboro, mengaku lebih senang memarkirkan kendaraan mereka di kawasan parkir salah emperan toko Malioboro. Karena jauh dan tanjakan yang menukik menjadi alasan Aziza lebih memilih untuk tidak memarkirkan kendaraannya kawasan parkir Abu Bakar Ali. 

Padahal apabila ada banyak wisatawan seperti Aziza yang memarkirkan kendaraan mereka di sembarang tempat, akan menambah volume kendaraan yang melintas dan keluar masuk area Malioboro. Akibatnya macet dan membuat wisatawan tak nyaman saat menyusuri Jalan Malioboro. Ingin menyebrang saja tentu akan sangat sulit. Padahal toko-toko di kawasan Malioboro ada disisi kanan dan kiri jalan Malioboro yang mengharuskan mereka, para wisatawan, menyebrang saat akan berkunjung toko-toko di kedua sisi Malioboro. 

Apabila menilik parkiran Abu Bakar Ali, dapat dilihat dari tempatnya yang sangat nyaman untuk memarkirkan kendaraannya. Lahan parkir yang tersedia sangatlah luas. Sangat cukup untuk sekitar 4000 kendaraan. Terdapat tiga lantai. Lantai pertama untuk kendaraan seperti mobil dan bus, lantai dua untuk kendaraan motor, serta lantai tiga dibiarkan kosong. Ditambah tukang parkir yang siap siaga membantu memarkirkan motor. Tarif parkirnya pun murah. Hanya dengan 1500 rupiah saja, pengunjung dapat memarkirkan kendaraan sepuas mereka tanpa dibatasi oleh waktu. Pemandaangan kota jogja yang dapat dilihat dari lantai tiga parkiran Abu Bakar Ali ini juga menambah nilai baik kawasan parkir ini. Pengunjung dapat berfoto ria di lantai 3. Tentu saja bebas dan tidak dipungut biaya apapun. 

Hanya saja parkiran Abu bakar Ali ini, selain tempatnya yang jauh dari kawasan Malioboro memiliki kekurangan lain. Tanjakan yang menukik membuat sebagian wisataaan Malioboro enggan untuk memarkirkan kendaraan mereka di sana. Apalagi akses yang sulit saat berjalan dari tempat parkir ke kawasan Malioboro yang mengharuskan mereka menyebrang jalan. Hal ini tentu menyulitkan wisatawan saat ingin menikmati suasana Malioboro. 

Tempat yang jauh dari spot wisata lainnya seperti kawasan titik nol, shopping, dan Taman Pintar menjadi alasan lain. Karena tak sedikit wisatawan beranggapan bahwa tak cukup hanya berkunjung dikawasan di sekitar malioboro. Mereka tentu ingin mengunjungi tempat lain seperti titik nol, Shopping, dan Taman Pintar yang dekat dengan kawasan Malioboro. Namun tentu menjadi pertimbangan mereka apabila mereka memarkirkan kendaraan mereka di Abu Bakar Ali. Akan sangat jauh mereka berjalan dari spot parkir ke spot wisata tersebut. Sedang tentu diantara mereka tidak mungkin berpindah-pindah tempat parkir yang memakan waktu dan energi pula. 

Adanya tempat parkir di kawasan Ina Garuda Hotel, Matahari Mall dan Ramayana, membuat sebagian pengunjung memilih untuk memarkirkan kendaraan mereka disana. Karena kawasan parkirnya berada ditengah-tengah sepanjang Jalan Malioboro. Padahal apabila memarkirkan kendaraan mereka disana tentu saja akan dikenakan tarif yang lebih mahal. Dengan hitungan waktu, mereka diharuskan membayar tarif parkir sesuai berapa lama mereka memarkirkan kendaraan. 

Untuk itu, demi tertibnya kawasan Malioboro dari kendaraan yang bertebaran dan demi kenyamanan serta kemudahan akses setiap pengunjung dan civitas Malioboro, pemerintah hendaknya meninjau ulang penataan kawasan Malioboro. Terutama tempat parkir yang masih menjadi masalah bagi pengunjung. Memang benar, adanya relokasi tempat parkir ini, telah meringankan beban pemerintah untuk mengatasi keruwetan kendaraan yang bertebaran di kawasan Malioboro. Akan tetapi, pemerintah harus meninjau kembali apa yang menyebabkan sejumlah wisatawan masih enggan memarkirkan kendaraan mereka disana. Bisa dengan merenovasi kembali lahan parkir Abu Bakar Ali agar tidak menyulitkan kendaraan untuk memarkirkan kendaraan mereka terutama sepeda motor. Dengan membuat jalan untuk naik keatas lantai dua agar tidak terlalu menukik apalagi memakan korban. Untuk kemudahan akses para wisatawan agar tak terlalu sulit saat menyebrang dari kawasan parkir Abu Bakar Ali ke kawasan Malioboro, pemerintah dapat membuat jembatan penyebrangan. Serta untuk kemudahan wisatawan menyusuri setiap area malioboro, pemerintah dapat menambah jumlah transportasi khusus pengunjung dan civitas Malioboro di sepanjang Malioboro.  (Eka)
Read More
    email this       edit
Published Maret 19, 2017 by with 0 comment

My Human Life and Interest Photography



Malioboro, 15 Maret 2017

Pasar Klewer Solo, Februari 2017

Read More
    email this       edit

Senin, 06 Maret 2017

Published Maret 06, 2017 by with 0 comment

Teori-teori dalam Hubungan Interpersonal


Teori-teori dalam Hubungan Interpersonal
Berdasarkan dari teori Coleman dan Hammen, Jalaluddin Rakhmad (1996:120:124) menyebutkan ada empat buah teori atau model hubungan interpersonal. Diantaranya sebagai berikut :
A.    Teori Pertukaran Sosial
Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori yang membahas mengenai hubungan interpersonal atau antarpribadi.  Dalam teori ini dijelaskan bahwa hubungan antarpribadi atau interpersonal adalah hubungan yang dalam berkomunikasi menentukan titik keseimbangannya antara sesuatu yang telah dikorbankan dan keuntungan dari menjalin sebuah hubungan interpersonal atau antarpribadi. Jika merasa terlalu banyak pengorbanan maka hubungan interpersonal tersebut dapat terganggu, putus, bahkan menjadi permusuhan. Sebaliknya, bila dalam menjalin hubungan merasa mendapatkan benyak keuntungan, maka hubungan tersebut dapat berjalan mulus dan terus berlanjut.  Maka dari itu, bila seseorang menginginkan suatu hubungan interpersonal dengan orang lain, hal itu karena dilandasi oleh rasa ingin mendapat keuntungan yang memenuhi kebutuhan individunya. Rasa nyaman ketika menjalin hubungan interpersonal muncul karena adanya keseimbangan antara pengorbanan dan keuntungannya.
Menurut Thibault dan Kelley menyimpulan bahwa “Setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Menurut Jalaluddin rakhmad (2002: 121), ada empat konsep pokok dalam teori pertukaran sosial ini, yaitu ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan.
Jalaluddin rakhmat (1996:121) Ganjaran adalah ialah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain. Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa setiap orang dalam melakukan hubungan interpersonal mengharapkan ganjaran yang diperoleh, berbeda-beda setiap individunya. Sebagai contoh, seorang pedagang yang menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain dalam arti pembeli, karena mengharapkan keuntungan atau ganjaran yang berupa uang untuk menyokong perekonomiannya. Lain lagi dengan seorang pengusaha yang secara finansial tercukupi, yang manjalin hubungan interpersonal dengan pengelola panti asuhan dalam rangka memberikan sejumlah sumbangan kepada anak-anak panti asuhan. Pengusaha tersebut tidak mengharapkan ganjaran yang diterima berupa uang. Namun ganjaran yang diharapkan berupa penerimaan sosial atau suatu dukungan dari para penghuni pantai asuhan. Apabila dilihat dari kedua contoh, dapat diketahui bahwa kedua orang tersebut mengharapkan ganjaran yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini bergantung pada kondisi perekonimian mereka yang berbeda pula.
Konsep kedua adalah biaya. Biaya didefinisikan Jalaluddin Rakhmat (1996:21) sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Mengambil contoh dari seorang pedagang. Pedagang dalam setiap pekerjaan tentu mengharapkan ganjaran atau keuntungan berupa uang dengan biaya modal yang serendah-rendahnya. Apabila seorang pedagang tersebut merasa biaya yang dikeluarkan terlalu banyak, sedang keuntungannya sedikit dan tidak sebanding dengan biaya modal yang dikeluarkan, maka pedagang tersebut akan cinderung beralih ke usaha yang lain. Hal itu berlaku pula dalam suatu hubungan interpersonal. Apabila seseorang menjalin persahabatan dengan orang lain, dengan banyak hal yang ia korbankan (biaya) untuk menjalin persahabatan, namun ia merasa hubungan persahabatannya tidak mendatangkan sesuatu yang baik dan hanya demi menjaga persahabatan mereka tidak putus, maka orang tersebut mengalami rugi karena biaya yang ia korbankan tak sebanding dengan ganjaran yang ia terima. Maka orang tersebut cinderung menghentikan persahabatannya. Lain hal nya dengan seseorang yang menjalin persahabatan dengan banyak hal ia korbankan (biaya), namun sebanding dengan ganjaran yang ia terima selama menjalin persahabatan dalam hal lain sang sahabat memberika timbal balik yang baik pula dengan seseorang itu, maka orang tersebut tentu mendapatkan laba. Artinya Ganjaran yang ia terima lebih banyak atau sepadan dengan (biaya) yang dikorbankan.  Menurut Jalaluddin Rakhmad, Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
Ketika seseorang mengalami kegagalan dalam melakukan hubungan interpersonal maka muncul konsep tingkat perbandingan. Dimana seseorang cinderung melakukan perbandingan dari hubungan interpersonal orang terdahulu dimana ia gagal menjalin hubungan interpersonal dengan orang di masa sekarang. Sebagai contoh, seseorang investor yang pernah tertipu oleh seorang pengusaha saat menjalin kerjasama, maka disaat ia akan menjalin kerjasama lagi dengan pengusaha lain, maka ia akan cinderung membandingkan pengusaha yang dulu sempat menipu dengan pengusaha sekarang yang akan diajak bekerjasama. Semakin tinggi tingkat perbandingan maka akan semakin buruk atau semakin sukar dalam membangun hubungan interpersonalnya.
Dalam teori pertukaran sosial ini, dapat diketahui bahwa apabila seseorang yang menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain cinderung mempertimbangkan biaya (waktu, usaha, konflik, kecemasan,dll) atau yang dikorbankan individu dengan ganjaran yang ia terima dapat berupa uang, penerimaan sosial dan dukungan. Demi mendapatkan laba/hasil atau manfaat yang ia terima dari hasil ganjaran yang dikurangi biaya. Apabila seseorang merasa dirugikan dalam suatu hubungan dalam arti biaya yang ia korbankan tidak sebanding dengan ganjaran yang ia terima, maka seseorang tersebut cinderung akan menghentikan atau memutuskan suatu hubungan interpersonal dengan orang lain. Dan akan menjalin hubungan interpersonal yang baru dengan orang yang baru yang lebih mendatangkan laba atau manfaat dengan memperhatikan tingkat perbandingannya.
Perlu diketahui pula, mengapa dalam teori ini, orang dalam melihat suatu hubungan interpersonal seperti layaknya seorang pedagang yang mencari laba? hal ini karena teori pertukaran sosial ini juga digunakan dalam penelitian suatu sikap dan perilaku ekonomi. Namun kini, teori ini juga digunakan dalam memandang sikap dan perilaku dalam hubungan dan komunikasi.

B.     Model Peranan
Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.(Soekanto, 2009:212-213). Dari teori tersebut, suatu kedudukan tidak akan berfungsi apabila tanpa peranan. Di dalam kelas tidak akan ada peranan “Guru”apabila tidak ada yang menerngkan atau mengampu suatu pelajaran di dalam kelas.
Menurut teori peranan, suatu hubungan interpersonal akan berjalan dengan baik apabila seseorang yang terlibat dalam hubungan tersebut dapat melakukan tindakan sesuatu dengan ekspektasi peranan, tuntutan peranan, dan menghindari konflik peranan.
Pertama, Ekspektasi peranan atau peran yang diharapkan. Artinya, hubungan interpersonal akan berjalan dengan baik apabila setiap individu mampu memerankan peran mereka masing-masing sesuai dengan yang diharapkan. Adapun contohnya adalah seorang ketua kelas yang digambarkan sebagai seseorang yang bijaksana dalam mengelola kelas harus bertindak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu bertindak dengan bijaksana, adil dan mengayomi seluruh penghuni kelas. Dengan begitu, hubungan ketua kelas dan anggota kelas akan tercipta dengan baik. Namun apabila sang ketua bertindak semena-mena dan memiliki sikap pengatur, maka sebagai seorang ketua kelas, ia tak mampu memenuhi atau bertindak sesuai ekspektasi peranan. Sikap bijaksana, adil, dan mengayomi adalah ekspektasi peranan dari seorang ketua kelas. Dalam artian sikap tersebut adalah sikap yang seharusnya atau diharapkan untuk ditunjukan oleh setiap ketua kelas. Untuk itu demi terciptanya hubungan interpersonal yang baik, maka sebagai ketua kelas harus melakukan sikap yang diharapkan tersebut. Apabila ia benar menunjukan sikap tersebut maka berhasilah hubungan interpersonal nya dengan anggota kelas. Bila tidak diwijudkan maka hubungan interpersonalnya tidak berjalan lancar.
Kedua adalah Tuntutan Peranan. Tuntutan peranan adalah desakan keadaan yang memaksa individu memainkan peranan tertentu yang sebenarnya tidak diharapkan.  Adalakanya dalam hubungan interpersonal seseorang dipaksa untuk memainkan peran yang sebenarnya tidak diharapkan oleh orang tersebut.  Orang tersebut harus melakukan peranan tersebut dikarena sebuah tuntutan yang harus dilakukannya. Sebagai contoh adalah seorang siswa yang ditunjuk sebagai ketua OSIS oleh siswa lainnya. Sebagai seorang siswa yang tunjuk sebagai ketua OSIS, maka ia dituntut memainkan perannya sebagai ketua OSIS. Apabila ia berhasil memainkan tuntutan peranan tersebut, maka ia hubungan interpersonalnya dengan anggota osis dan siswa lainnya akan berjalan dengan baik. Peran sebagai ketua OSIS yang merupakan hasil dari penunjukan sejumlah siswa terhadapnya itu merupakan sebuah tuntutan peranan.  Tuntutan peranan inilah yang harus dilakukan orang tersebut demi menjaga hubungan interpersonal agar tetap berjalan dengan baik meskipun keadaan tersebut bersifat memaksa dirinya.  
Ketiga adalah menghindari Konflik Peranan. Konflik peranan terjadi ketika seseorang tidak sanggup melakukan tuntutan peranan yang bersifat kontradiktif dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Sebagai contoh adalah seseorang lelaki yang bekerja sebagai seorang polisi. Disuatu saat ia tengah mengalami peristiwa dimana anaknya melanggar hukum dan harus mendapatkan sanksi. Sebagai seorang Ayah tentu secara naluriah akan membela anaknya dan mencoba membebaskan anaknya dari jeratan hukum. Namun hal itu tentu bertolak belakang dengan profesinya yang menuntutnya untuk selalu taat kepada hukum. Kontradiktifnya adalah apakah ia mampu membebaskan anaknya dari jeratan hukum? Padahal sebagai seorang polisi harus taat hukum dan mengerti tentang sanksi yang harus diberikan apabila melanggar hukum.
Jalaluddin Rakhmad (1996:122) mengatakan, apabila model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi dagang, model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memainkan perannya sesuai dengan “skenario”yang dibuat oleh masyarakat.
Maka menurut teori tersebut, setiap orang apabila menginginkan hubungan interpersoalnya dengan orang lain berjalan dengan baik, ada baiknya bertindak sesuai apa yang diharapkan atau seharusnya dilakukan, serta mengindari konflik peranan. Karena peranan merupakan sebuah pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat, konsep suatu individu terhadap masyarakat sebagai organisasi, dan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

C.       Model Permainan
Berdasarkan teori model permainan, terdapat tiga klasifikasi manusia. Yakni: anak-anak, orang dewasa, dan orang tua.
a.    Anak-anak
Anak-anak digambarkan memiliki sifat yang penuh dengan spontanitas dan kesenangan. Ia akan cinderung bersikap manja, belum mengerti apa itu tanggung jawab. Ia akan menangis, ngambek, atau cuek apabila permintaannya tidak dituruti. Anak-anak cinderung belum dapat memahami orang lain melainkan anak-anaklah yang harus dipahami orang lain khususnya oleh orang yang lebih dewasa.
b.      Orang dewasa
Berbeda dengan anak-anak yang belum mengerti tanggung jawab. Orang dewasa bersikap lebih lugas dan sadar tanggung jawab. Apapun yang ia lakukan ia harus berani menanggung segala resikonya. Ia harus memiliki logika yang baik dalam mengadapi suatu masalah. Berbeda dengan anak-anak. Ia harus dapat memecahkan masalahnya sendiri dan berani bertanggung jawab.

c.       Orang tua
Orang tua digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan sabar. orang tua harus bisa bersikap mengayomi dibandingkan anak-anak dan dewasa. Hal ini karena pengalaman suka duka yang dihadapi orang tua lebih banyak. Orang tua sudah banyak belajar dari kesalahan sebelum-sebelumnya. Untuk itu orang tua layak bersikap sebagaimana sikap orang tua ditunjukan. Tidak lagi seperti anak-anak yang belum dapat mengerti banyak hal.
Dalam suatu hubungan interpersonal, seseorang akan menentukan dengan sendirinya aspek kepribadian yang akan ditampilkan sesuai dengan kodratnya. Merasa sebagai seseorang yang lebih dewasa dalam ruang lingkup anak-anak, maka ia bersikap yang paling dewasa dan yang berperan sebagai pelindung dan memberikan teladan. Apabila seseorang yang dianggap sudah dewasa ini tidak mampu bersikap layaknya orang dewasa, maka akan menghambat kenyamanan suatu hubungan interpersonal.
Contoh lain dari teori ini adalah ketika seorang Ibu mengalami sakit parah dan harus dirawat dirumah sakit sehingga ia tidak dapat melakukan perkerjaan sehari-harinya secara normal meskipun hanya untuk makan dan mandi, maka sang anak seharusnya mampu mengurus dan membantu ibunya yang sedang sakit. Apabila Ibunya hendak meminta disuapi makanan, maka sang anak harus menyuapi makanan pada ibunya. Dalam contoh kasus tersebut sang ibu cinderung memiliki kepribadian anak-anak dan sang anak cinderung memiliki kepribadian orang tua. Hal ini memang bertolak belakang dengan posisi mereka masing-masing. Namun apabila mereka tetap berada pada posisi mereka masing-masing, maka hubungan interpersonal mereka tidak akan berjalan dengan baik. Hal ini karena teori permainan ini, menuntut para pemain ­yang memainkan peranan dapat memilih dan memainkan peranan mereka sesuai dengan kondisi atau situasi demi mancapai hal-hal yang bersifat baik dan menguntungkan. Dalam hubungan tersebut satu individu menampilkan salah satu aspek kepribadian. Dalam contoh tersebut ketika seorang ibu sedang sakit dan menampilkan sosok kepribadian anak-anak yang ingin dimandikan dan disuapi. Kemudian orang lain, yaitu anaknya, akan membalasnya dengan salah satu aspek kepribadian pula yaitu sebagai sosok kepribadian orang tua yang merawat ibunya yang sedang sakit.  Walaupun posisi seorang Ibu adalah sebagai orang tua dan anaknya sebagai anak-anak. Karena menjadi orang tua itu pasti terjadi, namun kepribadian orang tua dapat diupayakan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori ini terdapat tiga kepribadian (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua). Dalam menjalin sebuah hubungan interpersonal mengharuskan setiap orang untuk pandai memainkan perananya disetiap situasi. Setiap orang dapat memilih untuk menampilkan salah satu aspek kepribadiannya (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua) yang kemudian akan dibalas orang lain dengan salah satu aspek kepribadiannya (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua). Dalam kata lain, ketiga aspek kepribadian tersebut (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua) dimiliki oleh semua orang dengan segala usia.

D.    Model Interaksional
Dalam model ini memandang bahwa hubungan interpersonal adalah sebagai suatu sistem dimana setiap sistem terdiri dari subsistem-subsistem atau komponen-komponen yang bertindang sebagai satu kesatuan yang sama. Menurut Johnson, Kast, & RosenZweig (1963:81-82) ada tiga komponen sistem yaitu input, proses (pengolah), dan output.
Dalam melakukan hubungan interpersonal, ketika masing-masing orang dalam berinteraksi akan memiliki sebuah maksud, tujuan, harapan, kepentingan, perasaan suka, tertekan, atau bebas. Semua hal itu dapat disebut dengan input. Input inilah yang akan menjadi komponen penggerak terjadinya suatu hubungan interpersonal. Hingga terjadilah suatu interaksi antar satu sama lain dan menjadikannya suatu proses pengolahan berbagai informasi. Dalam berinteraksi, satu sama lain akan bertukar pengalamannya masing-masing. Hingga jadilah output. Output merupakan hasil dari berinteraksi tadi. Dapat berupa pengalaman, kesenangan, dan sebagainya.
Sebagai contoh adalah ketika seorang mahasiswa baru melakukan presentasi di kelas secara individu. Dalam  presentasinya, si mahasiswa diharuskan menceritakan tentang dirinya dan pengalamannya. Si mahasiswa tersebut kemudian memilih menceritakan hobinya yang sangat menyukai traveling dan mendaki gunung. Berharap ketika ia menceritakannya, ada teman baru yang sama-sama memiliki hobi tersebut dan dapat bertukar pengalaman. Maksud atau harapan dari mahasiswa tersebut itulah yang disebut dengan input. Dalam presentasinya, mahasiswa menceritakan panjang lebar tentang hobinya berikut dengan pengalamannya. Banyak mahasiswa lain yang memberikan feedback dengan memberikan anggukan kepala atau berseru tanda mereka senang dengan ceritanya. Hingga kemudian salah satu mahasiswa baru yang mendengarkan saat ia presentasi, mengangkat tangannya dan menunjukan bahwa ia juga memiliki hobi yang sama. Kemudian mahasiswa tersebut memberikan pertanyaan-pertanyaan dan terjadilah proses bertukar pengalaman. Seusai presentasi tersebut, tentu baik mahasiswa yang melakukan presentasi atau yang meresponnya akan mendapatkan output berupa pengalaman baru. Karena sebelumnya telah terjadi interaksi antar keduannya berupa saling bertukar pengalaman.



Sumber :
Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Graha Ilmu : Yogyakarta
Rakhmat,Jalauddin. 2003, PsikologiKomunikasi.Jakarta :RemajaRosdakarya



Read More
    email this       edit
Published Maret 06, 2017 by with 0 comment

Asal-usul dan Pengertian Filsafat serta Cara Berpikir Manusia

Asal-usul dan Pengertian Filsafat serta Cara Berpikir Manusia

Eka PW

            Sejak awal peradaban, manusia selalu berhadapan dengan banyak kejadian yang membuat mereka merasa takjub, kagum, heran, dan penasaran dengan kejadian tersebut sehingga mereka berusaha mencari tahu lebih jauh atau bertanya-tanya mengapa kejadian terebut dapat terjadi. Mengapa ada benda bersinar di langit yang disebut bulan? Lantas apakah bulan itu?  Tak cukup manusia menjawab dengan metodologi  kepercayaan Yunani bahwa bulan adalah simbol dari ketampanan dan kecantikan dari sosok dewa dan dewi.  Munculah tahayul mereka, kemudian ada suatu hal yang memadamkannya dinamakan dengan filsafat.
Filsafat adalah berpikir. Bagaimana filsafat itu muncul? Filsafat muncul karena adanya akal manusia. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir tentang keadaan alam, dunia, maupun disekitar lingkungannya. Mereka mulai mempertanyakan mengenai kebenaran-kebanaran dan asal-usul mengapa suatu keadaan di sekitarnya terjadi. Aspek pemikiran mereka tidak lagi terikat agama dalam mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan mereka. Mereka mulai berpikir dengan cara yang ilmiah. Ketika terjadi suatu hal atau kejadian dalam ruang lingkup kehidupan mereka, mereka akan mengamatinya dan mulai mencari suatu keterangan dan mencoba untuk mengerti mengapa suatu kejadian tersebut dapat terjadi. Mereka mulai menyadari suatu masalah atau kejadian alam disekitar mereka dengan cara yang logis dan rasional.  Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat ialah sesuatu yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan dan pengalaman kita. Mempertanyakan hal-hal mendasar yang biasanya  kita terima beguitu saja.
Lalu bagaimanakah cara berpikir manusia yang ditempuh untuk mencari suatu kebenaran atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka? Mereka akan berpikir melalui beberapa tahapan yaitu Analisis yang kemudian dilanjutkan observasi dan riset, hingga munculah ilmu, pengetahuan, dan fakta yang merupakan hasil kesimpulan dan tentu mempengaruhi aspek kehidupan manusia setelahnya. Manusia melihat begitu indahnya benda bersinar dilangit setiap malam. Mengubah malam mereka yang gelap menjadi terang. Mereka mengenalnya sebagai bulan. Nenek moyang mereka berkata bahwa bulan adalah dewa-dewi. Bulan bersinar karena ketampanan dan kecantikan dewa-dewi yang membuatnya bersinar. Dalam hal ini, manusia mulai menganalisis tentang kejadian alam yang berhadapan dengannya. Mereka berpikir ada sebuah benda yang bersinar di langit dan hanya muncul saat malam hari. Manusia yang berakal akan mencari tahu penyebabnya dan kebenarnnya dari hal itu secara logis dan ilmiah dengan sebuah observasi dan riset. Hingga ditemukanlah fakta yang sesungguhnya bahwa bulan adalah sebuah benda langit yang dekat dengan bumi. Bersinar karena memantulkan cahaya matahari. Bulan sebenarnya juga terlihat disiang hari hanya saja kalah dengan cahaya matahari sehingga hanya terlihat di malam hari. Hal itulah yang disebut Fakta yang dapat menjadi ilmu pengetahuan bagi manusia setelahnya. Manusia tidak lagi beranggapan bahwa bulan adalah dewa-dewi.

Cara pandang seseorang tentang suatu penyebab kejadian tersebut, bergantung dengan background knowladge orang masing-masing. Seorang dokter mengatakan seorang pasien mengalami syok karena disebabkan gangguan aliran darah. Namun seorang ahli psikologi akan megatakan bahwa orang yang mengalami syok dikarenakan tekanan mental akibat suatu hal yang menyebabkannya mengalami syok. 
Read More
    email this       edit

Jumat, 03 Maret 2017

Published Maret 03, 2017 by with 0 comment

Roka’at Pertama Reformasi


Roka’at Pertama Reformasi
Eka Putriyana Widyastuti/16419141010

Image result for refotnasi menyorong rembulan




Judul                : Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong Rembulan
Penulis             : Emha Ainun Nadjib
Cetakan           : Pertama, Juni 2016
Halaman          : 187
Penerbit           : PT Bintang Pustaka
Kota Terbit      : Yogyakarta



Buku ini ditulis oleh Emha Ainun Nadjib dengan judul Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong Rembulan. Berisikan kritikan-kritikan kepada pemerintah dan seluruh rakyatnya. Dalam buku ini, lebih menyorot ke jaman Reformasi. Penulis memperlihatkan wajah susungguhnya reformasi sekarang ini kepada pembaca. 


  
Seperti apakah wajah reformasi yang kita bangga-banggakan ini?


Ketika tak ada yang perduli pengorbanan pahlawan untuk reformasi. Mereka mengisi hari-hari reformasi dengan ketidakadilan dan kekacauan lainnya. Jika dulu tahun 1998 reformasi diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyatnya, kini reformasi belum mencapai kedewasaan. Ibaratkan solat, reformasi sekarang ini masih ada di rokaat pertama dan belum bangun dari sujud. Masih banyak yang perlu dibenahi sampai benar-benar terciptanya kesejahteraan. 

Terhalanginya kesejahteraan masyarakat

Pada Tahun 1998, Indonesia krisis moneter. Dan sampai sekarang Indonesia sebenarnya masih krisis. Krisis ekonomi, krisis moral, krisis akhlak, krisis budaya. Pertama menilik krisis ekonomi yang melanda bangsa ini. Jadi, uang di Indonesia yang lari keluar negeri. Di bawa mereka yang kaya raya. Hanya sedikit yang beredar di Indonesia. Pemerintah harus gesit mempertahankan uang yang lari. Kedua, harga minyak masih tinggi, padahal pemerintah telah menentukan standar harga. Hal ini karena yang menguasai adalah para tengkulak.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tentu ada hubungannya dengan krisis-krisis yang lain. Krisis ekonomi bisa muncul, tentu tak lain karena karena buruknya manajemen negara yang seharusnya dapat mengatur  atau mendistribusikan apa saja hak rakyat agar sampai ke tangan rakyat. Kehidupan rakyat ibarat gerhana bulan. Kesejahteraan rakyat tertupi oleh manajemen pemerintahan yang buruk. Uang rakyat yang menjadi penghidupan dan kesejahteraan di monopoli dan dikorupsi. Sehingga rakyat berada dalam kegelapan. 

Kita sedang dalammasa transisi, betul. Saya ingin mengatakan kepada anda bahwa kita mungkin belummemiliki metode untuk secepatnya sembuh dari krisis ini. Nomor satu, karena manajemen negara kita sendiri. Ini krisis, dan kita sama sejali tidak kuat menyembuhkan krisis. Bukan hanya karena pemerintah tidak dipercaya oleh lembaga-lembaga dana luar negeri dan para adikuasa, melainkan juga karena secara internal, kita tidak punya manajemen. (Halaman 5)

Untuk menghabisi krisis-krisis itu dibutuhkan seorang pemimpin yang tidak hanya berkuasa dan hanya ditaati saja. tapi rakyat harus memiliki etika dipimpin dan pandai memilih pemimpin, dilihat dari akidah memimpinnya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang demokratis yang mendengarkan aspirasi rakyatnya. Bersikap terbuka, baik dalam menerima ide, saran, maupun kritik. Serta bijaksana dalam menghadapi masalah. Yang jangan dilupakan adalah memilih pemimpin yang berilmu dan cerdas, terampil, visioner, dan bertanggung jawab. 

Masyarakat belum menyadari 

Kita sekarang sedang mengalami kondisi-kondisi yang secara komprehesif sangat sukar diatasi. Karena itu, kita harus memilih. Kita akan berhijrah ke mana. Semua ini ketidakjelasan. Dalam bahasa ilmu sosial. Bangsa Indonesia mengalami disidentifikasi, dislokasi, dan disorientsasi. (halaman 37)

Di era reformasi, masih banyak rakyat yang belom menyadari apa yang sebenarnya terjadi di era reformasi. Bahwa bangsa kita ini belum jelas orientasinya. Bagaimana kondisi geografisnya, sosioloisnya, sistem ekonominya, politiknya, dan budayanya. 

Bangsa kita perlu mempertahankan persatuan dan kesatuannya serta menjaga persaudaraannya. Karena masalah yang sering timbul tanpa disadari masyarakat adalah disintegrasi. Indonesia yang merupakan negara dengan banyak perbedaan masih belum dapat mewujudkan persatuan. Banyak perpecahan dan perbedaan pendapat. 

Bangsa kita masih penuh perpecahan tak ada kedamaian. Saling menhujat dan menyalahkan. Mencaci maki para pemuka hanya untuk menggantikan kekuasaanya. Yang katanya menolak adanya perbedaan namun justru menyikapinya dengan permusuhan . yang awalnya ingin sama-sama terbebas dari belenggu namun justru merencanakan perang saudara.
Yang belum terlaksanakan sampai hari ini adalah Reformasi Internal. Jadi, perombakan cara berpikir kita, cara melihat dan mengatasi masalah itu sama sekali belum tersentuh oleh pemikiran kita ( Halaman 62).
Bangsa Indonesia belum membuka diri. Melihat kelompok-kelompok tertentu masih saling memecah belah, tidak terbuka pada khalayak bahkan mereka berkuasa hanya untuk mencari perhatian masyarakat dan perebutan peluang kelompok atau pribadi. Dan bukannya memusatkan perhatiaanya pada kesejahteraan rakyat.  Sedang kekayaan bangsa Indonesia ini terus dihina-hina dengan manejemen pemerintah yang buruk, sehingga rakyat tak dapat menikmati kekayaan bangsa. Alahasil rakyat mengira bangsa kita ini miskin.
Bangsa Indonesia diharapkan untuk segera bangun dan menyadari betapa kayanya negeri ini. Akan tetapi selalu habis oleh kerakusan dan ketidakadilan di dalamnya. Melihat ini, para pemimpin yang berkuasaharus berinisiatif untuk memperbaikinya. Dapat merangkul dan menyatukan semua pihak dan memperbaiki harkat martabat negeri yang sempat runtuh.
Dalam buku ini, di jelaskan mengenai gambaran seperti apa reformasi sekarang ini. Dimana banyak orang yang terlalu larut dalam kebebasan. Saling menyalahkan, kecurangan, monopoli, bagaimana buruknya kepemimpinan dan para adikuasa yang belummampu menyejahterakan rakyatnya dan justru menonjolkan kepemimpinan saja.
Buku ini bermanfaat, walaupun buku ini berisi kritikan-kritikan sosial yang tentu menyinggung pihak-pihak tertentu, tak terkecuali pemerintah dalammenyikapi dan memanajemen apa yang seharusnya menjadi hak-hak masyarakat. Kritikan-kritikan penulis ini juga sakan-akan membua aib yang selama ini ada dalam diri masyarakat Indonesia di era reformai.
Akan tetapi buku ini dapat menyadarkan masyarakat tentang apa yang terjadi di era ini. Masyarakat dapat diberikan pencerahan dan dibangunkan dari ketidaksadaran selama ini. Dapat ditunjukan pula apa yang seharusnya masyarakat dan pihak-pihak lain sikapi mengenai ketidaksempurnaan reformasi. Tidak hanya memberikan penjelasan dalam hal politik saja. akan tetapi kritikan-kritikan dari sang penulis ini juga bersifat religius berisi pedoman-pedoman agama yang disambungkan atau mejadi pacuan untuk menyikapi kebobrokan di era reformasi.
Apa yang disampaikan penulis begitu dekat dengan kehidupan masyarakat. Dengan munggunakan ungkapan-ungkapan bahasa jawa dalam tulisannya ini, masyarakat jawa khususnya dapat dimudahkan dalammengumpamakan kejadian-kejadian di era reformasi dengan kehidupan sehari-hari.




Read More
    email this       edit
Published Maret 03, 2017 by with 0 comment

Introduction to Communication Science


Introduction to Communication Science
Eka PW

Telah hadir sebuah kursus online yaitu mooc yang terbuka untuk semua khalayak dari background apapun dan bebas biaya. Disini akan mempelajari mulai dari teori dasar, model, dan konsep komunikasi. Komunikasi merupakan sebuah proses transfer informasi. Sedangkan arti luas informasi adalah pikiran, ide, dan emosi. Dalam setiap harinya manusia berkomunikasi dengan kata, gerakan non verbal, simbol, atau bahkan menggunakan media.

Komunikasi dipelajari dari berbagai perpektif. Untuk itu kita mempelajari konsep. Dimulai dari teori, model barulah konsep. Konsep adalah kumpulan kata yang mewakili sebuah ide. Akan tetapi setiap orang memilki konsep atau definisi yang berbeda dari setiap hal. Konsep memainkan peran penting dalam semua teori. Teori merupakan semua pernyataan tentang realitas yang menjelaskan hubungan antar fenomena. 

Berbicara tentang teori, teori pertama adalah model transmisi dasar. Dimulai dari pengirim yang menyampaikan pesan pada sang penerima. Disampaikan oleh lasswel 1948 bahwa ada yang perlu diperhatikan yaitu mengenai siapa pengirimnya, apa informasinya, dimana channel, untuk siapa, dan apa efeknya. Pendekatan ini lebih merujuk kepada efek dari suatu komunikasi. Teori selanjutnya adalah adalah pertukaran makna. Setiap orang mengartikan berbeda dari sebuah pesan. Teori ini adalah teori semiotics dimana komunikasi bukan proses linear tetapi sebagai pertukaran makna. Teori ketiga adalah, komunikasi berperan dalam dinamika kelompok dan interaksi sosial dimana sebagai sarana berbagi dan memperkuat ide dan mengadaptasi budaya. 

Berbicara tentang sejarah komunikasi, bahwa komunikasi ada sejak dulu. Dilihat dari perkembangan bahasa, simbol-simbol, patung, maupun mediasi hingga munculah berbagai media untuk menulis hingga sekarang. Abad pertengahan, pentingnya public speaking semakin menurun. Masyarakat kecil tak memegang kekuasaan politik kecil. tak bisa membaca dan menulis. Hanya waktu tertentu saja mereka berkomunikasi. Hanya kaum elit saja yang bisa melakukan. 

Pada abad ke-16,munculah pamflet berisikan informasi dan berita. Mulai dari ini titik awal ilmu komunikasi benar-benar modern. Pada abad ke-19, sering dilihat sebagai titik awal zaman modern. Ditandai industrialisasi, kebangkitan Nasional, kelahiran parta, lahir sosialisme dan emansipasi. Selanjutnya adalah lahirnya massa. Sehingga, munculah media sebagai kekuatan sosial politik
Read More
    email this       edit