Teori-teori
dalam Hubungan Interpersonal
Berdasarkan dari teori Coleman dan
Hammen, Jalaluddin Rakhmad (1996:120:124) menyebutkan ada empat buah teori atau
model hubungan interpersonal. Diantaranya sebagai berikut :
A.
Teori Pertukaran
Sosial
Teori pertukaran sosial adalah salah satu teori yang
membahas mengenai hubungan interpersonal atau antarpribadi. Dalam teori ini dijelaskan bahwa hubungan
antarpribadi atau interpersonal adalah hubungan yang dalam berkomunikasi
menentukan titik keseimbangannya antara sesuatu yang telah dikorbankan dan
keuntungan dari menjalin sebuah hubungan interpersonal atau antarpribadi. Jika
merasa terlalu banyak pengorbanan maka hubungan interpersonal tersebut dapat
terganggu, putus, bahkan menjadi permusuhan. Sebaliknya, bila dalam menjalin
hubungan merasa mendapatkan benyak keuntungan, maka hubungan tersebut dapat
berjalan mulus dan terus berlanjut. Maka
dari itu, bila seseorang menginginkan suatu hubungan interpersonal dengan orang
lain, hal itu karena dilandasi oleh rasa ingin mendapat keuntungan yang
memenuhi kebutuhan individunya. Rasa nyaman ketika menjalin hubungan
interpersonal muncul karena adanya keseimbangan antara pengorbanan dan
keuntungannya.
Menurut Thibault dan Kelley menyimpulan bahwa “Setiap individu secara sukarela
memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup
memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Menurut Jalaluddin rakhmad (2002:
121), ada empat konsep pokok dalam teori pertukaran sosial ini, yaitu ganjaran,
biaya, laba dan tingkat perbandingan.
Jalaluddin rakhmat (1996:121) Ganjaran adalah ialah setiap akibat yang
dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang,
penerimaan sosial atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu
ganjaran berbeda-beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara
waktu yang satu dengan waktu yang lain. Dari definisi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dalam melakukan hubungan interpersonal
mengharapkan ganjaran yang diperoleh, berbeda-beda setiap individunya. Sebagai
contoh, seorang pedagang yang menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain
dalam arti pembeli, karena mengharapkan keuntungan atau ganjaran yang berupa
uang untuk menyokong perekonomiannya. Lain lagi dengan seorang pengusaha yang
secara finansial tercukupi, yang manjalin hubungan interpersonal dengan
pengelola panti asuhan dalam rangka memberikan sejumlah sumbangan kepada anak-anak
panti asuhan. Pengusaha tersebut tidak mengharapkan ganjaran yang diterima
berupa uang. Namun ganjaran yang diharapkan berupa penerimaan sosial atau suatu
dukungan dari para penghuni pantai asuhan. Apabila dilihat dari kedua contoh,
dapat diketahui bahwa kedua orang tersebut mengharapkan ganjaran yang berbeda
satu sama lainnya. Hal ini bergantung pada kondisi perekonimian mereka yang
berbeda pula.
Konsep kedua adalah biaya. Biaya didefinisikan Jalaluddin Rakhmat
(1996:21) sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu
hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan
keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber
kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Mengambil
contoh dari seorang pedagang. Pedagang dalam setiap pekerjaan tentu
mengharapkan ganjaran atau keuntungan berupa uang dengan biaya modal yang
serendah-rendahnya. Apabila seorang pedagang tersebut merasa biaya yang
dikeluarkan terlalu banyak, sedang keuntungannya sedikit dan tidak sebanding
dengan biaya modal yang dikeluarkan, maka pedagang tersebut akan cinderung
beralih ke usaha yang lain. Hal itu berlaku pula dalam suatu hubungan
interpersonal. Apabila seseorang menjalin persahabatan dengan orang lain,
dengan banyak hal yang ia korbankan (biaya) untuk menjalin persahabatan, namun
ia merasa hubungan persahabatannya tidak mendatangkan sesuatu yang baik dan
hanya demi menjaga persahabatan mereka tidak putus, maka orang tersebut
mengalami rugi karena biaya yang ia korbankan tak sebanding dengan ganjaran
yang ia terima. Maka orang tersebut cinderung menghentikan persahabatannya. Lain
hal nya dengan seseorang yang menjalin persahabatan dengan banyak hal ia
korbankan (biaya), namun sebanding dengan ganjaran yang ia terima selama
menjalin persahabatan dalam hal lain sang sahabat memberika timbal balik yang
baik pula dengan seseorang itu, maka orang tersebut tentu mendapatkan laba.
Artinya Ganjaran yang ia terima lebih banyak atau sepadan dengan (biaya) yang
dikorbankan. Menurut Jalaluddin Rakhmad,
Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya.
Bila seorang individu merasa, dalam suatu hubungan interpersonal, bahwa ia tidak
memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan
laba.
Ketika seseorang mengalami kegagalan
dalam melakukan hubungan interpersonal maka muncul konsep tingkat perbandingan. Dimana seseorang cinderung melakukan
perbandingan dari hubungan interpersonal orang terdahulu dimana ia gagal
menjalin hubungan interpersonal dengan orang di masa sekarang. Sebagai contoh,
seseorang investor yang pernah tertipu oleh seorang pengusaha saat menjalin
kerjasama, maka disaat ia akan menjalin kerjasama lagi dengan pengusaha lain,
maka ia akan cinderung membandingkan pengusaha yang dulu sempat menipu dengan
pengusaha sekarang yang akan diajak bekerjasama. Semakin tinggi tingkat
perbandingan maka akan semakin buruk atau semakin sukar dalam membangun hubungan
interpersonalnya.
Dalam teori pertukaran sosial ini,
dapat diketahui bahwa apabila seseorang yang menjalin hubungan interpersonal
dengan orang lain cinderung mempertimbangkan biaya (waktu, usaha, konflik,
kecemasan,dll) atau yang dikorbankan individu dengan ganjaran yang ia terima
dapat berupa uang, penerimaan sosial dan dukungan. Demi mendapatkan laba/hasil
atau manfaat yang ia terima dari hasil ganjaran yang dikurangi biaya. Apabila
seseorang merasa dirugikan dalam suatu hubungan dalam arti biaya yang ia
korbankan tidak sebanding dengan ganjaran yang ia terima, maka seseorang
tersebut cinderung akan menghentikan atau memutuskan suatu hubungan
interpersonal dengan orang lain. Dan akan menjalin hubungan interpersonal yang
baru dengan orang yang baru yang lebih mendatangkan laba atau manfaat dengan memperhatikan tingkat perbandingannya.
Perlu diketahui pula, mengapa dalam
teori ini, orang dalam melihat suatu hubungan interpersonal seperti layaknya seorang
pedagang yang mencari laba? hal ini karena teori pertukaran sosial ini juga
digunakan dalam penelitian suatu sikap dan perilaku ekonomi. Namun kini, teori
ini juga digunakan dalam memandang sikap dan perilaku dalam hubungan dan komunikasi.
B.
Model Peranan
Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan
peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan
karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.(Soekanto,
2009:212-213). Dari teori tersebut, suatu kedudukan tidak akan berfungsi
apabila tanpa peranan. Di dalam kelas tidak akan ada peranan “Guru”apabila
tidak ada yang menerngkan atau mengampu suatu pelajaran di dalam kelas.
Menurut teori peranan, suatu hubungan interpersonal
akan berjalan dengan baik apabila seseorang yang terlibat dalam hubungan
tersebut dapat melakukan tindakan sesuatu dengan ekspektasi peranan, tuntutan peranan, dan menghindari konflik peranan.
Pertama, Ekspektasi
peranan atau peran yang diharapkan. Artinya, hubungan interpersonal akan
berjalan dengan baik apabila setiap individu mampu memerankan peran mereka
masing-masing sesuai dengan yang diharapkan. Adapun contohnya adalah seorang
ketua kelas yang digambarkan sebagai seseorang yang bijaksana dalam mengelola
kelas harus bertindak sesuai dengan yang diharapkan, yaitu bertindak dengan
bijaksana, adil dan mengayomi seluruh penghuni kelas. Dengan begitu, hubungan
ketua kelas dan anggota kelas akan tercipta dengan baik. Namun apabila sang
ketua bertindak semena-mena dan memiliki sikap pengatur, maka sebagai seorang
ketua kelas, ia tak mampu memenuhi atau bertindak sesuai ekspektasi peranan. Sikap
bijaksana, adil, dan mengayomi adalah ekspektasi peranan dari seorang ketua
kelas. Dalam artian sikap tersebut adalah sikap yang seharusnya atau diharapkan
untuk ditunjukan oleh setiap ketua kelas. Untuk itu demi terciptanya hubungan
interpersonal yang baik, maka sebagai ketua kelas harus melakukan sikap yang
diharapkan tersebut. Apabila ia benar menunjukan sikap tersebut maka berhasilah
hubungan interpersonal nya dengan anggota kelas. Bila tidak diwijudkan maka
hubungan interpersonalnya tidak berjalan lancar.
Kedua adalah Tuntutan
Peranan. Tuntutan peranan adalah desakan keadaan yang memaksa individu
memainkan peranan tertentu yang sebenarnya tidak diharapkan. Adalakanya dalam hubungan interpersonal
seseorang dipaksa untuk memainkan peran yang sebenarnya tidak diharapkan oleh
orang tersebut. Orang tersebut harus
melakukan peranan tersebut dikarena sebuah tuntutan yang harus dilakukannya. Sebagai
contoh adalah seorang siswa yang ditunjuk sebagai ketua OSIS oleh siswa
lainnya. Sebagai seorang siswa yang tunjuk sebagai ketua OSIS, maka ia dituntut
memainkan perannya sebagai ketua OSIS. Apabila ia berhasil memainkan tuntutan
peranan tersebut, maka ia hubungan interpersonalnya dengan anggota osis dan
siswa lainnya akan berjalan dengan baik. Peran sebagai ketua OSIS yang
merupakan hasil dari penunjukan sejumlah siswa terhadapnya itu merupakan sebuah
tuntutan peranan. Tuntutan peranan
inilah yang harus dilakukan orang tersebut demi menjaga hubungan interpersonal
agar tetap berjalan dengan baik meskipun keadaan tersebut bersifat memaksa
dirinya.
Ketiga adalah menghindari Konflik Peranan. Konflik peranan terjadi ketika seseorang tidak
sanggup melakukan tuntutan peranan yang bersifat kontradiktif dengan peran yang
seharusnya ia lakukan. Sebagai contoh adalah seseorang lelaki yang bekerja
sebagai seorang polisi. Disuatu saat ia tengah mengalami peristiwa dimana
anaknya melanggar hukum dan harus mendapatkan sanksi. Sebagai seorang Ayah
tentu secara naluriah akan membela anaknya dan mencoba membebaskan anaknya dari
jeratan hukum. Namun hal itu tentu bertolak belakang dengan profesinya yang
menuntutnya untuk selalu taat kepada hukum. Kontradiktifnya adalah apakah ia
mampu membebaskan anaknya dari jeratan hukum? Padahal sebagai seorang polisi
harus taat hukum dan mengerti tentang sanksi yang harus diberikan apabila
melanggar hukum.
Jalaluddin Rakhmad (1996:122) mengatakan, apabila
model pertukaran sosial memandang hubungan interpersonal sebagai transaksi
dagang, model peranan melihatnya sebagai panggung sandiwara. Disini setiap
orang harus memainkan perannya sesuai dengan “skenario”yang dibuat oleh
masyarakat.
Maka menurut teori tersebut, setiap orang apabila
menginginkan hubungan interpersoalnya dengan orang lain berjalan dengan baik,
ada baiknya bertindak sesuai apa yang diharapkan atau seharusnya dilakukan, serta
mengindari konflik peranan. Karena peranan merupakan sebuah pola tingkah laku
yang diharapkan masyarakat, konsep suatu individu terhadap masyarakat sebagai
organisasi, dan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan
bermasyarakat.
C.
Model Permainan
Berdasarkan teori model permainan, terdapat tiga
klasifikasi manusia. Yakni: anak-anak, orang dewasa, dan orang tua.
a.
Anak-anak
Anak-anak
digambarkan memiliki sifat yang penuh dengan spontanitas dan kesenangan. Ia
akan cinderung bersikap manja, belum mengerti apa itu tanggung jawab. Ia akan
menangis, ngambek, atau cuek apabila permintaannya tidak dituruti. Anak-anak
cinderung belum dapat memahami orang lain melainkan anak-anaklah yang harus
dipahami orang lain khususnya oleh orang yang lebih dewasa.
b.
Orang dewasa
Berbeda
dengan anak-anak yang belum mengerti tanggung jawab. Orang dewasa bersikap
lebih lugas dan sadar tanggung jawab. Apapun yang ia lakukan ia harus berani
menanggung segala resikonya. Ia harus memiliki logika yang baik dalam mengadapi
suatu masalah. Berbeda dengan anak-anak. Ia harus dapat memecahkan masalahnya
sendiri dan berani bertanggung jawab.
c.
Orang tua
Orang
tua digambarkan sebagai sosok yang bijaksana dan sabar. orang tua harus bisa
bersikap mengayomi dibandingkan anak-anak dan dewasa. Hal ini karena pengalaman
suka duka yang dihadapi orang tua lebih banyak. Orang tua sudah banyak belajar
dari kesalahan sebelum-sebelumnya. Untuk itu orang tua layak bersikap
sebagaimana sikap orang tua ditunjukan. Tidak lagi seperti anak-anak yang belum
dapat mengerti banyak hal.
Dalam suatu hubungan
interpersonal, seseorang akan menentukan dengan sendirinya aspek kepribadian
yang akan ditampilkan sesuai dengan kodratnya. Merasa sebagai seseorang yang
lebih dewasa dalam ruang lingkup anak-anak, maka ia bersikap yang paling dewasa
dan yang berperan sebagai pelindung dan memberikan teladan. Apabila seseorang
yang dianggap sudah dewasa ini tidak mampu bersikap layaknya orang dewasa, maka
akan menghambat kenyamanan suatu hubungan interpersonal.
Contoh lain dari teori
ini adalah ketika seorang Ibu mengalami sakit parah dan harus dirawat dirumah
sakit sehingga ia tidak dapat melakukan perkerjaan sehari-harinya secara normal
meskipun hanya untuk makan dan mandi, maka sang anak seharusnya mampu mengurus
dan membantu ibunya yang sedang sakit. Apabila Ibunya hendak meminta disuapi
makanan, maka sang anak harus menyuapi makanan pada ibunya. Dalam contoh kasus
tersebut sang ibu cinderung memiliki kepribadian anak-anak dan sang anak
cinderung memiliki kepribadian orang tua. Hal ini memang bertolak belakang
dengan posisi mereka masing-masing. Namun apabila mereka tetap berada pada
posisi mereka masing-masing, maka hubungan interpersonal mereka tidak akan
berjalan dengan baik. Hal ini karena teori permainan ini, menuntut para pemain yang
memainkan peranan dapat memilih dan memainkan peranan mereka sesuai dengan kondisi
atau situasi demi mancapai hal-hal yang bersifat baik dan menguntungkan. Dalam
hubungan tersebut satu individu menampilkan salah satu aspek kepribadian. Dalam
contoh tersebut ketika seorang ibu sedang sakit dan menampilkan sosok
kepribadian anak-anak yang ingin dimandikan dan disuapi. Kemudian orang lain,
yaitu anaknya, akan membalasnya dengan salah satu aspek kepribadian pula yaitu
sebagai sosok kepribadian orang tua yang merawat ibunya yang sedang sakit. Walaupun posisi seorang Ibu adalah sebagai
orang tua dan anaknya sebagai anak-anak. Karena menjadi orang tua itu pasti
terjadi, namun kepribadian orang tua dapat diupayakan.
Dapat disimpulkan bahwa
dalam teori ini terdapat tiga kepribadian (anak-anak, orang dewasa, dan orang
tua). Dalam menjalin sebuah hubungan interpersonal mengharuskan setiap orang
untuk pandai memainkan perananya disetiap situasi. Setiap orang dapat memilih
untuk menampilkan salah satu aspek kepribadiannya (anak-anak, orang dewasa, dan
orang tua) yang kemudian akan dibalas orang lain dengan salah satu aspek
kepribadiannya (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua). Dalam kata lain,
ketiga aspek kepribadian tersebut (anak-anak, orang dewasa, dan orang tua)
dimiliki oleh semua orang dengan segala usia.
D.
Model
Interaksional
Dalam model ini
memandang bahwa hubungan interpersonal adalah sebagai suatu sistem dimana
setiap sistem terdiri dari subsistem-subsistem atau komponen-komponen yang
bertindang sebagai satu kesatuan yang sama. Menurut Johnson, Kast, &
RosenZweig (1963:81-82) ada tiga komponen sistem yaitu input, proses
(pengolah), dan output.
Dalam melakukan
hubungan interpersonal, ketika masing-masing orang dalam berinteraksi akan
memiliki sebuah maksud, tujuan, harapan, kepentingan, perasaan suka, tertekan,
atau bebas. Semua hal itu dapat disebut dengan input. Input inilah yang akan
menjadi komponen penggerak terjadinya suatu hubungan interpersonal. Hingga
terjadilah suatu interaksi antar satu sama lain dan menjadikannya suatu proses
pengolahan berbagai informasi. Dalam berinteraksi, satu sama lain akan bertukar
pengalamannya masing-masing. Hingga jadilah output. Output merupakan hasil dari
berinteraksi tadi. Dapat berupa pengalaman, kesenangan, dan sebagainya.
Sebagai contoh adalah
ketika seorang mahasiswa baru melakukan presentasi di kelas secara individu.
Dalam presentasinya, si mahasiswa diharuskan
menceritakan tentang dirinya dan pengalamannya. Si mahasiswa tersebut kemudian
memilih menceritakan hobinya yang sangat menyukai traveling dan mendaki gunung.
Berharap ketika ia menceritakannya, ada teman baru yang sama-sama memiliki hobi
tersebut dan dapat bertukar pengalaman. Maksud atau harapan dari mahasiswa
tersebut itulah yang disebut dengan input. Dalam presentasinya, mahasiswa
menceritakan panjang lebar tentang hobinya berikut dengan pengalamannya. Banyak
mahasiswa lain yang memberikan feedback dengan memberikan anggukan kepala atau
berseru tanda mereka senang dengan ceritanya. Hingga kemudian salah satu
mahasiswa baru yang mendengarkan saat ia presentasi, mengangkat tangannya dan menunjukan
bahwa ia juga memiliki hobi yang sama. Kemudian mahasiswa tersebut memberikan
pertanyaan-pertanyaan dan terjadilah proses bertukar pengalaman. Seusai
presentasi tersebut, tentu baik mahasiswa yang melakukan presentasi atau yang
meresponnya akan mendapatkan output berupa pengalaman baru. Karena sebelumnya
telah terjadi interaksi antar keduannya berupa saling bertukar pengalaman.
Sumber
:
Aw,
Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Graha
Ilmu : Yogyakarta
Rakhmat,Jalauddin. 2003, PsikologiKomunikasi.Jakarta
:RemajaRosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar