Roka’at Pertama
Reformasi
Eka
Putriyana Widyastuti/16419141010
Judul : Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong
Rembulan
Penulis : Emha Ainun Nadjib
Cetakan : Pertama, Juni 2016
Halaman : 187
Penerbit : PT Bintang Pustaka
Kota Terbit : Yogyakarta
Buku ini ditulis
oleh Emha Ainun
Nadjib dengan judul Mati Ketawa ala Refotnasi Menyorong Rembulan. Berisikan
kritikan-kritikan kepada pemerintah dan seluruh rakyatnya. Dalam buku ini,
lebih menyorot ke jaman Reformasi. Penulis memperlihatkan
wajah susungguhnya reformasi sekarang ini kepada pembaca.
Seperti
apakah wajah reformasi yang kita bangga-banggakan ini?
Ketika tak ada yang perduli
pengorbanan pahlawan untuk reformasi. Mereka
mengisi hari-hari reformasi dengan ketidakadilan dan kekacauan lainnya. Jika
dulu tahun 1998 reformasi diperjuangkan untuk kesejahteraan rakyatnya, kini
reformasi belum mencapai kedewasaan. Ibaratkan solat, reformasi sekarang ini
masih ada di rokaat pertama dan belum bangun dari sujud. Masih banyak yang
perlu dibenahi sampai benar-benar terciptanya kesejahteraan.
Terhalanginya kesejahteraan
masyarakat
Pada
Tahun 1998, Indonesia krisis moneter. Dan sampai sekarang Indonesia sebenarnya
masih krisis. Krisis ekonomi, krisis moral, krisis akhlak, krisis budaya.
Pertama menilik krisis
ekonomi yang melanda bangsa ini. Jadi, uang di
Indonesia yang lari keluar negeri. Di bawa mereka yang kaya raya. Hanya sedikit
yang beredar di Indonesia. Pemerintah harus gesit mempertahankan uang yang
lari. Kedua, harga minyak masih tinggi, padahal pemerintah telah menentukan
standar harga. Hal ini karena yang menguasai adalah para tengkulak.
Krisis ekonomi yang terjadi di
Indonesia tentu ada hubungannya dengan krisis-krisis yang lain. Krisis ekonomi
bisa muncul, tentu tak lain karena karena buruknya manajemen negara yang
seharusnya dapat mengatur atau mendistribusikan
apa saja hak rakyat agar sampai ke tangan rakyat. Kehidupan
rakyat ibarat gerhana bulan. Kesejahteraan rakyat tertupi oleh manajemen
pemerintahan yang buruk. Uang rakyat yang menjadi penghidupan dan kesejahteraan
di monopoli dan dikorupsi. Sehingga rakyat berada dalam kegelapan.
Kita
sedang dalammasa transisi, betul. Saya ingin mengatakan kepada anda bahwa kita mungkin
belummemiliki metode untuk secepatnya sembuh dari krisis ini. Nomor satu,
karena manajemen negara kita sendiri. Ini krisis, dan kita sama sejali tidak
kuat menyembuhkan krisis. Bukan hanya karena pemerintah tidak dipercaya oleh lembaga-lembaga
dana luar negeri dan para adikuasa, melainkan juga karena secara internal, kita
tidak punya manajemen. (Halaman 5)
Untuk
menghabisi krisis-krisis itu dibutuhkan seorang pemimpin yang tidak hanya
berkuasa dan hanya ditaati saja. tapi rakyat harus memiliki etika dipimpin dan
pandai memilih pemimpin, dilihat dari akidah memimpinnya. Pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang
demokratis yang mendengarkan aspirasi rakyatnya. Bersikap terbuka, baik dalam menerima ide, saran, maupun
kritik. Serta bijaksana dalam menghadapi masalah. Yang jangan dilupakan adalah memilih
pemimpin yang berilmu dan cerdas, terampil, visioner, dan bertanggung jawab.
Masyarakat
belum menyadari
Kita
sekarang sedang mengalami kondisi-kondisi yang secara komprehesif sangat sukar
diatasi. Karena itu, kita harus memilih. Kita akan berhijrah ke mana. Semua ini
ketidakjelasan. Dalam bahasa
ilmu sosial. Bangsa Indonesia mengalami disidentifikasi, dislokasi, dan
disorientsasi. (halaman 37)
Di
era reformasi, masih banyak rakyat yang belom menyadari apa yang sebenarnya terjadi
di era reformasi. Bahwa bangsa kita ini belum jelas orientasinya. Bagaimana
kondisi geografisnya, sosioloisnya, sistem ekonominya, politiknya, dan
budayanya.
Bangsa
kita perlu mempertahankan persatuan dan kesatuannya serta menjaga
persaudaraannya. Karena masalah yang sering timbul tanpa disadari masyarakat
adalah disintegrasi. Indonesia yang merupakan negara dengan banyak perbedaan
masih belum dapat mewujudkan persatuan. Banyak perpecahan dan perbedaan
pendapat.
Bangsa
kita masih penuh perpecahan tak ada kedamaian. Saling menhujat dan menyalahkan.
Mencaci maki para pemuka hanya untuk menggantikan kekuasaanya. Yang katanya menolak
adanya perbedaan namun justru menyikapinya dengan permusuhan . yang awalnya
ingin sama-sama terbebas dari belenggu namun justru merencanakan perang
saudara.
Yang belum terlaksanakan sampai hari ini
adalah Reformasi Internal. Jadi, perombakan cara berpikir kita, cara melihat
dan mengatasi masalah itu sama sekali belum tersentuh oleh pemikiran kita (
Halaman 62).
Bangsa Indonesia belum membuka diri. Melihat
kelompok-kelompok tertentu masih saling memecah belah, tidak terbuka pada
khalayak bahkan mereka berkuasa hanya untuk mencari perhatian masyarakat dan
perebutan peluang kelompok atau pribadi. Dan bukannya memusatkan perhatiaanya
pada kesejahteraan rakyat. Sedang
kekayaan bangsa Indonesia ini terus dihina-hina dengan manejemen pemerintah
yang buruk, sehingga rakyat tak dapat menikmati kekayaan bangsa. Alahasil
rakyat mengira bangsa kita ini miskin.
Bangsa Indonesia diharapkan untuk segera
bangun dan menyadari betapa kayanya negeri ini. Akan tetapi selalu habis oleh
kerakusan dan ketidakadilan di dalamnya. Melihat ini, para pemimpin yang
berkuasaharus berinisiatif untuk memperbaikinya. Dapat merangkul dan menyatukan semua pihak dan memperbaiki harkat martabat
negeri yang sempat runtuh.
Dalam buku ini, di jelaskan mengenai gambaran
seperti apa reformasi sekarang ini. Dimana banyak orang yang terlalu larut dalam
kebebasan. Saling menyalahkan, kecurangan, monopoli, bagaimana buruknya kepemimpinan
dan para adikuasa yang belummampu menyejahterakan rakyatnya dan justru menonjolkan
kepemimpinan saja.
Buku ini bermanfaat, walaupun buku ini
berisi kritikan-kritikan sosial yang tentu menyinggung pihak-pihak tertentu,
tak terkecuali pemerintah dalammenyikapi dan memanajemen apa yang seharusnya menjadi
hak-hak masyarakat. Kritikan-kritikan penulis ini juga sakan-akan membua aib
yang selama ini ada dalam diri masyarakat Indonesia di era reformai.
Akan tetapi buku ini dapat menyadarkan masyarakat
tentang apa yang terjadi di era ini. Masyarakat dapat diberikan pencerahan dan
dibangunkan dari ketidaksadaran selama ini. Dapat ditunjukan pula apa yang
seharusnya masyarakat dan pihak-pihak lain sikapi mengenai ketidaksempurnaan
reformasi. Tidak hanya memberikan penjelasan dalam hal politik saja. akan
tetapi kritikan-kritikan dari sang penulis ini juga bersifat religius berisi
pedoman-pedoman agama yang disambungkan atau mejadi pacuan untuk menyikapi kebobrokan
di era reformasi.
Apa yang disampaikan penulis begitu
dekat dengan kehidupan masyarakat. Dengan munggunakan ungkapan-ungkapan bahasa
jawa dalam tulisannya ini, masyarakat jawa khususnya dapat dimudahkan dalammengumpamakan
kejadian-kejadian di era reformasi dengan kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar