Jumat, 02 Desember 2016

Published Desember 02, 2016 by with 0 comment

Terlanjur Cinta

Here my stories. Memang baru sedikit yang aku post. Belom banyak. Karena aku ngga ada banyak waktu buat bikin cerita. Apa yang aku tulis dibawah ini merupakan sedikit gambaran tentang drama hidupku. wkwk. Nyebelin -_-    Sesuai dengan jargonku disini aku berekspresi. Terserah aku mau bilang apa. Yang penting aku mau mencurahkan semuanya disini. Bisa lewat apapun. Baik tulisan maupun foto. Mungkin bahkan besok aku buat vidio. Dan yang dibawah ini adalah sedikit cerita dari aku. Harap maklum. Ini aku adanya. 


Terlanjur Cinta
Echino
Prolog
Malam minggu menyedihkan. Sepulang dari kosan sabtu pagi, aku bertemu dengan Ayah dan Bunda di rumah. Wajah mereka yang berseri-seri seketika berganti dengan wajah penuh amarah. Wajar saja, semua itu disebabkan tidak lain oleh kelakuan anaknya sendiri, ya itulah aku. Baru saja beberapa menit setelah aku masuk rumah dan nyemil makanan di ruang tengah, Ayahku datang menghampiriku.
² Pulang kok nggak bilang-bilang to nduk, kan Ayah bisa jemput² Ayahku membuka obrolan siang hari.
² Lha memang Ayah mau jemput aku di kampus? Bilang aja cuma basa-basi. Ini Sabtu kan Yah? Aku tahu, mana mungkin Ayah mau suka rela njemput aku dan mengorbankan weekend Ayah yang menyenangkan² Kataku menimpali kata-kata Ayah barusan. Ayahku bekerja dari senin sampai jumat di subag pendidikan di salah satu fakultas di kampusku. Yang jelas bukan di fakultasku. Dan dari semua hari itu, Ayah bekerja hampir fullday. Saking rajinnya Ayahku bekerja. Aku tahu dia pekerja keras. Makanya dihari liburnya ini, sabtu dan minggu, Ayahku selalu nggak mau beranjak kemana-mana. Hanya menghabiskan waktu dirumah merawat kolam-kolam lele. Sudah jadi hobi Ayah memelihara ikan di kolam-kolam. Walau hasilnya ngga banyak-banyak amat.,tapi senangnya bisa berbagi ke tetangga tiga bulan sekali tiap lele-lele sudah siap panen. Selain merawat kolam-kolam, Ayahku paling sesekali mengantarkan Ibu ke pasar. Ibuku punya warung kelontong, seminggu sekali ia berbelanja di pasar untuk dijual lagi di warung. Dan hari ini, ayahku longgar. Ia ngga lagi ada pekerjaan apapun dirumah, makanya bisa ngobrol denganku.
² Ya bukan gitu, tadi barusan Ayah juga dari jogja. Kondangan tadi di auditorium² Ayahku sedikit mengelak dan aku sedikit menyesal kenapa Ayah tadi tak menelponku saja. Supaya kita bisa barengan pulangnya. Kan aku jadi nggak perlu repot-repot naik motor sendiri sebegitu jauhnya dari jogja ke wates.
² Kok Ayah nggak telpon aku sih, kan aku jadi bisa bareng tadi² kataku sebal pada Ayah.
² Ayahmu ngga bawa hp tadi. Ketinggalan dirumah. Dicariin di halte rektorat kamunya ga ada.² Bunda tiba-tiba menimpali kata-kataku. Perkedel tahu kesukaanku yang masih hangat sambil ditaruhnya di atas meja. Aku mengambilnya satu.
² Lha kan tadi aku nggak naik suttle . Aku kan bawa motor. Pantes lah ngga ada di halte.² kataku sambil mengunyah perkedel tahu kesukaanku. Huh asin, pasti Bunda minta kawin lagi.
²Kok asin bun perkedelnya, nggak suka ah.² Aku menaruh sisa perkedelku ke piring kembali.  Kulihat wajah Ibu sedikit kecewa.
² Jangan kembaliin di piring lagi. Jorok kamu. di makan semua kasian lah Bunda udah masakin. ²  Dari kata-kata Ayahku, sepertinya ia  memihak Bunda. Huh payah. Emang asin kok, awas aja kalau Ayah tiba-tiba kayak aku pas makan perkedel tahu buatan Bunda.
²Ih Ayah, cobain deh emang asin kok. Maybe Bunda minta kawin lagi tuh²
²Hush ngawur kamu, kamu tuh yang udah mau minta kawin. Kawinin aja yah buruan. Biar kita cepet dapat mantu²
²Bunda Apa apaan. Ya sekolah dulu lah. Biar besok cucu-cucunya juga pinter-pinter.² Yes, kini Ayahku membelaku.
²Aku mah maunya pindah jurusan bun bukan mau kawin. Upss.² Huh ember borot balon meletus kenapa sampe keluar tuh kata-kata bisikan setan dari mulutku. Bakal ada badai apa lagi nih nanti. Kulihat Ayahku sudah melotot. Aku jadi takut. Ibuku terdiam aku jadi ngeri. Tuhan pliss jangan sampe ada pertengkaran lagi diantara kami.
²Pindah jurusan? Kalau begitu Ayah sudah tidak akan membiayaimu lagi. Terserah jika kamu masih terpikirkan untuk itu. Ayah menyerah. ²
Ayahku mulai tersulut emosinya. Sepertinya Ayahku muak dengan segala keluh kesahku tentang kampus. Pernah suatu ketika sesudah aku diterima snmptn, aku meminta pada Ayahku untuk diberi kesempatan mengikuti sbmptn atau ujian mandiri lagi. Tapi Ayahku menolak keras. Ayahku sudah sangat jatuh cinta dengan jurusan ilmu komunikasi. Jurusan yang katanya dinamis dan prospek kerja yang bagus. Aku memilih jurusan tersebut saat snmptn atas usul Ayahku. Aku mengikutinya saja. Toh aku berpikir aku juga tidak diterima. Pasalnya aku bukan dari IPS. Aku dari IPA.
Saat itu sebenarnya aku sangat ingin memilih pendidikan Biologi atau kimia di UNY. Tapi Ayahku membelokkan keinginanku. Jadi mau tak mau aku harus mengklik jurusan itu di formulir pendaftaran snmptn online. Saat itu pula aku harus sedikit mengenyampingkan mimpiku yang ingin menjadi seorang scientist. Padahal dulu aku sudah menyusun banyak rencana. Rencananya dulu aku bakal milih Biologi dan Kimia untuk snmptn.  Jika aku tak lolos snmptn kedua-duanya, aku akan mendaftar di poltekkes. Aku ingin jadi Ahli gizi. Bekerja di perusahaan sebagai peneliti obat dan makanan.
Demi langit dan bumi, aku begitu cinta dengan Biologi dan Kimia. Tapi harus dipatahkan karena Ayahku ingin aku jadi anak yang sosialis. Pandai bersosialisasi, berbicara di depan umum, supel dan apalah-apalah. Wajar saja, selama aku jadi anak IPA, kegiatanku begitu monoton. Sekolah, les, praktikum, nugas, sekolah lagi, praktikum lagi, les lagi, nugas lagi. Mungkin Ayahku jenuh melihat anaknya yang jadi antisosial banget saat itu. Makanya dia berusaha menuntunku untuk jadi anak supel lewat jurusan yang ia pilih ini. Tentu saja tanpa memikirkan bagaimana cinta-cita anaknya yang sesungguhnya.
Yah aku tahu, salah satu keuntunganku masuk jurusan ilmu komunikasi di UNY adalah pilihan yang tepat. Biayanya murah. Tak semahal jika aku kuliah di jurusan tenaga medis. Pasti bakal menguras kantong Ayahku banget. Belom lagi itu hanya lulusan D3. Tentu saja aku tak dapat gelar sarjana nantinya. Ayahku paling juga kurang puas jika anaknya bukan seorang sarjana. Pastilah ia juga malu didepan teman-teman kantornya yang kebanyakan anaknya lulusan sarjana bahkan s2. Ah Ayahku ini, bukankah nantinya aku bisa pilih program d4? aku juga masih bisa lanjut ke S1 kan? Aku juga bisa jadi dosen tenaga medis. Aku juga bisa melamar ke berbagai perusahaan sebagai peneliti. Tapi apakah Ayahku berpikir sampai segitu? Ayahku jelas sudah muak dengan segala bentuk ke IPA anku. Buat apa coba neliti hal-hal nggak mutu. Buat apa hitung-hitung hal-hal nggak bermutu. Jadilah anak yang menarik dan dilihat banyak orang. Hidupmu jangan monoton. Kerjaanmu Cuma di dalem ruangan dengan jas putih ngorek-ngorek eek orang dan segala hal yang menjijikan.
Ayah ku benar-benar stereotype banget. Beda dengan pakde. Pakde justru mendukung penuh anak-anaknya. Terutama di scientist. Masa bodoh dengan anaknya yang introvert dan antisosial. Yang penting anaknya bermanfaat bagi orang lain. Mas Hari yang ambil kedokteran sudah co ass sekarang. Sebentar lagi lulus dan tentu akan jadi seorang dokter. Mas Hari orangnya beneran pendiem dan nggak supel. Jutek deh kata orang. Mungkin itu yang membuat Ayahku sedikit bercermin dengan tingkah laku mas Hari. Sehingga tak mengijinkanku untuk terus berkutat dengan rumus dan angka. Ayahku ingin aku melihat dunia luar yang menarik. Disukai banyak orang karena keramahannya, dan tentu bisa cepat dapat jodoh. Kan orang supel banyak yang suka. Pasti nggak susah lah untuk sekedar cari pacar atau jodoh. Biar di ngga usah susah-susah nyariin jodoh buat anaknya yang introvert begini.
² Lha Ayah, kenapa aku harus masuk ke jurusan begitu. Sudah kubilang aku tak suka. Lihatlah anak-anaknya. Aku tak suka Yah, mereka tuh terlalu cerewet. Berisik yah. Pokoknya ngga suka. Apalagi mereka hobinya jalan-jalan kemana-mana yah. Ngevlog lah apalah. Jujur aku ngga nyaman yah. Mereka semua tukang pamer aku tak suka pokoknya. ² Aku mencoba membela diri. Siapa yang suka ditekan dengan hal-hal yang benar-benar tak kusuka. Kubuat kalimat yang sedramasir mungkin. Supaya Ayahku benar-benar mengerti yang sesungguhnya terjadi di saat aku kuliah di kampus.
² ITULAH KENAPA AYAH INGIN KAMU DISITU. Ayah hanya ingin anak ayah ini terbuka dengan dunia luar. Tak melulu jadi anak tertutup seperti kamu sekarang ini. Hobinya menyendiri. Temanmu juga Cuma itu-itu saja. Kamu pikir untuk apa Ayah memilihkan jurusan itu untukmu. Ayah tak memaksakan kamu untuk jadi jurnalis atau broadcaster atau pekerjaan berat lainnya. Ayah hanya ingin kamu merubah kepribadianmu. Selepas itu terserah kamu mau lanjut s2 atau tidak. Ambil jursan sesukamu sesudah itu. ²
Hebat Ayahku. Saking hebatnya sudah hilang logika dia. Duh Ayah, apa iya aku baru bisa merasa bebas saat aku s2 nanti. Itu tak mungkin lah. Pertama maukah Ayah membiayai aku s2? Tentu tidak lah. Pasti aku harus bekerja dulu. Kecuali aku dapet beasiswa. Kedua, masak aku harus ambil jurusan Science di S2. Keburu amnesia aku sama ilmu-ilmunya. Aku tahu itu hanya bualan Ayahku agar aku merasa seakan-akan tidak dikendarai oleh Ayahku. Habis lulus s1, aku harus bekerja. Dimana lagi jika bukan di kantor Ayahku. Sebagai seorang Humas. Atau jika tidak aku beneran akan lanjut s2 dan menjadi seorang dosen. Abaikan jurnalis, reporter, apalagi broadcasting. Aku tak mau ambil kosentrasi media.  Kenapa? Jelas aku tak suka. Aku jelek. Mana mungkin tampil didepan layar kaca. Pernahkah kalian melihat reporter yang jelek? Huh. Dunia emang kejam.
² Kamu itu put, sudah untung dibiayayi oleh Ayahmu. Dikasih hati minta jantung. Ayahmu ingin kamu ke jurusan itu, supaya kamu berubah, jangan jadi anak kuper, siapa yang mau memperhatikan anak kuper. Cari kerja pun susah. Berapapun uang yang kamu minta untuk main dengan teman-temanmu bakal Kami kasih. Tak usah khawatir. Ibu dan Ayah hanya ingin kamu melihat dunia luar. Nikmati masa mudamu. Cari pengalaman yang banyak. Jangan melulu lewat buku dan internet. Bukankah harusnya kamu senang, Ayah Ibumu membiarkanmu bebas. ²
Sampah sampah sampah. Semua yang dikatakan mereka bener-bener bikin aku mual. Aku heran, kenapa Ayah Ibu justru sungguh sungguh menginginkanku jadi anak jalanan, eh maksudnya jadi anak yang suka main keluar. Sedangkan banyak diluar sana orang tua tak membiarkan anak-anaknya berhedon hedon ria. Lha ini orang tuaku justru sebaliknya. Ah harusnya mereka bersyukur punya anak rendah hati dan tidak sombong seperti aku. Yang tak menuntut kemewahan duniawi yang semprul ini.
² Besok pagi kita ke jogja. Beli slr. Pakek uang Ayah. ²
² Ngga usah yah, besok kapan-kapan aja. Aku juga nggak minat di media²
²Ayah mau ke atm dulu. Ambil setengahnya dulu ya bun? ²
² Iya yah. Emang berapaan Yah? ²
² Enam setengah sudah sama filternya. Seri baru bun²
²Tapi Yah,, nggak usah.. ² Aku mencegah. Ayahku beranjak dari tempat duduknya.
Ah aku bisa apa. Terima ngga terima. Lihat aja hidupku setelah ini.



    email this       edit

0 komentar:

Posting Komentar