Here my stories. Memang baru sedikit yang aku post. Belom banyak. Karena aku ngga ada banyak waktu buat bikin cerita. Apa yang aku tulis dibawah ini merupakan sedikit gambaran tentang drama hidupku. wkwk. Nyebelin -_- Sesuai dengan jargonku disini aku berekspresi. Terserah aku mau bilang apa. Yang penting aku mau mencurahkan semuanya disini. Bisa lewat apapun. Baik tulisan maupun foto. Mungkin bahkan besok aku buat vidio. Dan yang dibawah ini adalah sedikit cerita dari aku. Harap maklum. Ini aku adanya.
Terlanjur Cinta
Echino
Prolog
Malam minggu menyedihkan. Sepulang dari kosan sabtu
pagi, aku bertemu dengan Ayah dan Bunda di rumah. Wajah mereka yang
berseri-seri seketika berganti dengan wajah penuh amarah. Wajar saja, semua itu
disebabkan tidak lain oleh kelakuan anaknya sendiri, ya itulah aku. Baru saja
beberapa menit setelah aku masuk rumah dan nyemil makanan di ruang tengah,
Ayahku datang menghampiriku.
² Pulang kok nggak bilang-bilang to nduk, kan Ayah
bisa jemput²
Ayahku membuka obrolan siang hari.
² Lha memang Ayah mau jemput aku di kampus? Bilang
aja cuma basa-basi. Ini Sabtu kan Yah? Aku tahu, mana mungkin Ayah mau suka
rela njemput aku dan mengorbankan weekend Ayah yang menyenangkan² Kataku menimpali kata-kata Ayah barusan. Ayahku
bekerja dari senin sampai jumat di subag pendidikan di salah satu fakultas di
kampusku. Yang jelas bukan di fakultasku. Dan dari semua hari itu, Ayah bekerja
hampir fullday. Saking rajinnya Ayahku bekerja. Aku tahu dia pekerja keras.
Makanya dihari liburnya ini, sabtu dan minggu, Ayahku selalu nggak mau beranjak
kemana-mana. Hanya menghabiskan waktu dirumah merawat kolam-kolam lele. Sudah
jadi hobi Ayah memelihara ikan di kolam-kolam. Walau hasilnya ngga banyak-banyak
amat.,tapi senangnya bisa berbagi ke tetangga tiga bulan sekali tiap lele-lele
sudah siap panen. Selain merawat kolam-kolam, Ayahku paling sesekali
mengantarkan Ibu ke pasar. Ibuku punya warung kelontong, seminggu sekali ia
berbelanja di pasar untuk dijual lagi di warung. Dan hari ini, ayahku longgar.
Ia ngga lagi ada pekerjaan apapun dirumah, makanya bisa ngobrol denganku.
² Ya bukan gitu, tadi barusan Ayah juga dari jogja.
Kondangan tadi di auditorium²
Ayahku sedikit mengelak dan aku sedikit menyesal kenapa Ayah tadi tak
menelponku saja. Supaya kita bisa barengan pulangnya. Kan aku jadi nggak perlu
repot-repot naik motor sendiri sebegitu jauhnya dari jogja ke wates.
² Kok Ayah nggak telpon aku sih, kan aku jadi bisa
bareng tadi²
kataku sebal pada Ayah.
² Ayahmu ngga bawa hp tadi. Ketinggalan dirumah.
Dicariin di halte rektorat kamunya ga ada.² Bunda tiba-tiba menimpali kata-kataku. Perkedel
tahu kesukaanku yang masih hangat sambil ditaruhnya di atas meja. Aku
mengambilnya satu.
² Lha kan tadi aku nggak naik suttle . Aku kan bawa
motor. Pantes lah ngga ada di halte.² kataku sambil mengunyah perkedel tahu kesukaanku. Huh
asin, pasti Bunda minta kawin lagi.
²Kok asin bun perkedelnya, nggak suka ah.² Aku menaruh sisa perkedelku ke piring kembali. Kulihat wajah Ibu sedikit kecewa.
² Jangan kembaliin di piring lagi. Jorok kamu. di
makan semua kasian lah Bunda udah masakin. ² Dari
kata-kata Ayahku, sepertinya ia memihak
Bunda. Huh payah. Emang asin kok, awas aja kalau Ayah tiba-tiba kayak aku pas
makan perkedel tahu buatan Bunda.
²Ih Ayah, cobain deh emang asin kok. Maybe Bunda
minta kawin lagi tuh²
²Hush ngawur kamu, kamu tuh yang udah mau minta
kawin. Kawinin aja yah buruan. Biar kita cepet dapat mantu²
²Bunda Apa apaan. Ya sekolah dulu lah. Biar besok
cucu-cucunya juga pinter-pinter.² Yes, kini Ayahku membelaku.
²Aku mah maunya pindah jurusan bun bukan mau kawin.
Upss.² Huh ember borot balon
meletus kenapa sampe keluar tuh kata-kata bisikan setan dari mulutku. Bakal ada
badai apa lagi nih nanti. Kulihat Ayahku sudah melotot. Aku jadi takut. Ibuku
terdiam aku jadi ngeri. Tuhan pliss jangan sampe ada pertengkaran lagi diantara
kami.
²Pindah jurusan? Kalau begitu Ayah sudah tidak akan
membiayaimu lagi. Terserah jika kamu masih terpikirkan untuk itu. Ayah
menyerah. ²
Ayahku mulai tersulut emosinya. Sepertinya Ayahku
muak dengan segala keluh kesahku tentang kampus. Pernah suatu ketika sesudah
aku diterima snmptn, aku meminta pada Ayahku untuk diberi kesempatan mengikuti
sbmptn atau ujian mandiri lagi. Tapi Ayahku menolak keras. Ayahku sudah sangat
jatuh cinta dengan jurusan ilmu komunikasi. Jurusan yang katanya dinamis dan
prospek kerja yang bagus. Aku memilih jurusan tersebut saat snmptn atas usul
Ayahku. Aku mengikutinya saja. Toh aku berpikir aku juga tidak diterima.
Pasalnya aku bukan dari IPS. Aku dari IPA.
Saat itu sebenarnya aku sangat ingin memilih
pendidikan Biologi atau kimia di UNY. Tapi Ayahku membelokkan keinginanku. Jadi
mau tak mau aku harus mengklik jurusan itu di formulir pendaftaran snmptn online.
Saat itu pula aku harus sedikit mengenyampingkan mimpiku yang ingin menjadi seorang
scientist. Padahal dulu aku sudah menyusun banyak rencana. Rencananya dulu aku
bakal milih Biologi dan Kimia untuk snmptn. Jika aku tak lolos snmptn kedua-duanya, aku
akan mendaftar di poltekkes. Aku ingin jadi Ahli gizi. Bekerja di perusahaan
sebagai peneliti obat dan makanan.
Demi langit dan bumi, aku begitu cinta dengan
Biologi dan Kimia. Tapi harus dipatahkan karena Ayahku ingin aku jadi anak yang
sosialis. Pandai bersosialisasi, berbicara di depan umum, supel dan
apalah-apalah. Wajar saja, selama aku jadi anak IPA, kegiatanku begitu monoton.
Sekolah, les, praktikum, nugas, sekolah lagi, praktikum lagi, les lagi, nugas
lagi. Mungkin Ayahku jenuh melihat anaknya yang jadi antisosial banget saat
itu. Makanya dia berusaha menuntunku untuk jadi anak supel lewat jurusan yang
ia pilih ini. Tentu saja tanpa memikirkan bagaimana cinta-cita anaknya yang
sesungguhnya.
Yah aku tahu, salah satu keuntunganku masuk jurusan
ilmu komunikasi di UNY adalah pilihan yang tepat. Biayanya murah. Tak semahal
jika aku kuliah di jurusan tenaga medis. Pasti bakal menguras kantong Ayahku
banget. Belom lagi itu hanya lulusan D3. Tentu saja aku tak dapat gelar sarjana
nantinya. Ayahku paling juga kurang puas jika anaknya bukan seorang sarjana.
Pastilah ia juga malu didepan teman-teman kantornya yang kebanyakan anaknya
lulusan sarjana bahkan s2. Ah Ayahku ini, bukankah nantinya aku bisa pilih program
d4? aku juga masih bisa lanjut ke S1 kan? Aku juga bisa jadi dosen tenaga
medis. Aku juga bisa melamar ke berbagai perusahaan sebagai peneliti. Tapi
apakah Ayahku berpikir sampai segitu? Ayahku jelas sudah muak dengan segala
bentuk ke IPA anku. Buat apa coba neliti hal-hal nggak mutu. Buat apa
hitung-hitung hal-hal nggak bermutu. Jadilah anak yang menarik dan dilihat
banyak orang. Hidupmu jangan monoton. Kerjaanmu Cuma di dalem ruangan dengan
jas putih ngorek-ngorek eek orang dan segala hal yang menjijikan.
Ayah ku benar-benar stereotype banget. Beda dengan
pakde. Pakde justru mendukung penuh anak-anaknya. Terutama di scientist. Masa
bodoh dengan anaknya yang introvert dan antisosial. Yang penting anaknya
bermanfaat bagi orang lain. Mas Hari yang ambil kedokteran sudah co ass
sekarang. Sebentar lagi lulus dan tentu akan jadi seorang dokter. Mas Hari
orangnya beneran pendiem dan nggak supel. Jutek deh kata orang. Mungkin itu
yang membuat Ayahku sedikit bercermin dengan tingkah laku mas Hari. Sehingga
tak mengijinkanku untuk terus berkutat dengan rumus dan angka. Ayahku ingin aku
melihat dunia luar yang menarik. Disukai banyak orang karena keramahannya, dan
tentu bisa cepat dapat jodoh. Kan orang supel banyak yang suka. Pasti nggak
susah lah untuk sekedar cari pacar atau jodoh. Biar di ngga usah susah-susah
nyariin jodoh buat anaknya yang introvert begini.
² Lha Ayah, kenapa aku harus masuk ke jurusan begitu.
Sudah kubilang aku tak suka. Lihatlah anak-anaknya. Aku tak suka Yah, mereka
tuh terlalu cerewet. Berisik yah. Pokoknya ngga suka. Apalagi mereka hobinya
jalan-jalan kemana-mana yah. Ngevlog lah apalah. Jujur aku ngga nyaman yah.
Mereka semua tukang pamer aku tak suka pokoknya. ² Aku mencoba membela diri. Siapa yang suka ditekan
dengan hal-hal yang benar-benar tak kusuka. Kubuat kalimat yang sedramasir mungkin.
Supaya Ayahku benar-benar mengerti yang sesungguhnya terjadi di saat aku kuliah
di kampus.
² ITULAH KENAPA AYAH INGIN KAMU DISITU. Ayah hanya
ingin anak ayah ini terbuka dengan dunia luar. Tak melulu jadi anak tertutup
seperti kamu sekarang ini. Hobinya menyendiri. Temanmu juga Cuma itu-itu saja.
Kamu pikir untuk apa Ayah memilihkan jurusan itu untukmu. Ayah tak memaksakan
kamu untuk jadi jurnalis atau broadcaster atau pekerjaan berat lainnya. Ayah
hanya ingin kamu merubah kepribadianmu. Selepas itu terserah kamu mau lanjut s2
atau tidak. Ambil jursan sesukamu sesudah itu. ²
Hebat Ayahku. Saking hebatnya sudah hilang logika
dia. Duh Ayah, apa iya aku baru bisa merasa bebas saat aku s2 nanti. Itu tak
mungkin lah. Pertama maukah Ayah membiayai aku s2? Tentu tidak lah. Pasti aku
harus bekerja dulu. Kecuali aku dapet beasiswa. Kedua, masak aku harus ambil
jurusan Science di S2. Keburu amnesia aku sama ilmu-ilmunya. Aku tahu itu hanya
bualan Ayahku agar aku merasa seakan-akan tidak dikendarai oleh Ayahku. Habis
lulus s1, aku harus bekerja. Dimana lagi jika bukan di kantor Ayahku. Sebagai
seorang Humas. Atau jika tidak aku beneran akan lanjut s2 dan menjadi seorang dosen.
Abaikan jurnalis, reporter, apalagi broadcasting. Aku tak mau ambil kosentrasi
media. Kenapa? Jelas aku tak suka. Aku
jelek. Mana mungkin tampil didepan layar kaca. Pernahkah kalian melihat
reporter yang jelek? Huh. Dunia emang kejam.
² Kamu itu put, sudah untung dibiayayi oleh Ayahmu.
Dikasih hati minta jantung. Ayahmu ingin kamu ke jurusan itu, supaya kamu
berubah, jangan jadi anak kuper, siapa yang mau memperhatikan anak kuper. Cari
kerja pun susah. Berapapun uang yang kamu minta untuk main dengan teman-temanmu
bakal Kami kasih. Tak usah khawatir. Ibu dan Ayah hanya ingin kamu melihat dunia
luar. Nikmati masa mudamu. Cari pengalaman yang banyak. Jangan melulu lewat
buku dan internet. Bukankah harusnya kamu senang, Ayah Ibumu membiarkanmu
bebas. ²
Sampah sampah sampah. Semua yang dikatakan mereka
bener-bener bikin aku mual. Aku heran, kenapa Ayah Ibu justru sungguh sungguh
menginginkanku jadi anak jalanan, eh maksudnya jadi anak yang suka main keluar.
Sedangkan banyak diluar sana orang tua tak membiarkan anak-anaknya berhedon
hedon ria. Lha ini orang tuaku justru sebaliknya. Ah harusnya mereka bersyukur
punya anak rendah hati dan tidak sombong seperti aku. Yang tak menuntut
kemewahan duniawi yang semprul ini.
² Besok pagi kita ke jogja. Beli slr. Pakek uang
Ayah. ²
² Ngga usah yah, besok kapan-kapan aja. Aku juga
nggak minat di media²
²Ayah mau ke atm dulu. Ambil setengahnya dulu ya bun?
²
² Iya yah. Emang berapaan Yah? ²
² Enam setengah sudah sama filternya. Seri baru bun²
²Tapi Yah,, nggak usah.. ² Aku mencegah. Ayahku beranjak dari tempat duduknya.
Ah aku bisa apa. Terima ngga terima. Lihat aja
hidupku setelah ini.
0 komentar:
Posting Komentar