Gay dan
Stereotipe Masyarakat
100% Opini saya
Perlahan
anggapan buruk saya mengenai kaum gay berkurang semenjak mengenal kawan saya
ini. Sebut saja Ian. Sudah tiga tahun ini saya mengenal baik dirinya. Bermula
dari dari sebuah film Thailand ternyata kami memiliki selera film yang sama.
Sama-sama suka film dari negeri gajah putih.
Bermula dari situlah kami sama-sama berselancar mencari film-film
terbaik dari Thailand. Hingga suatu hari salah satu film bertema gay ditawarkan
padaku untuk ditonton bersama. Merasa
penasaran aku memutuskan untuk menonton bersama Ian dan saling berbincang
mengenai industri film Thailand yang banyak di dominasi dengan tema gay. Pada
akhirnya Ian mengaku bahwa dirinya menyukai film bertema gay karena dirinya
yang juga seorang gay.
Ketika saat itu, saya harus dihadapkan pilihan yang
cukup berat. Berhenti berteman dan kehilangan teman berbincang yang cerdas,
atau tetap berteman meski dengan seorang gay. Mengingat stereotip negatif yang
berkembang di kalangan masyarakat terhadap kaum gay, saya sempat terpengaruh
sehingga sempat terbesit ketakutan saya ketika saya harus berteman dengannya.
Adanya kasus penggrebegan tempat gym dan sauna di
Jakarta beberapa waktu lalu menambah kuat opini buruk masyarakat sebagian
masyarakat. Beberapa orang menganggap
gay adalah sebuah penyakit masyarakat yang perlu dimusnahkan. Embel-embel
generasi bermoral indonesia selalu dikoarkan dan disangkut pautkan hanya demi
menolak adanya kaum gay. Pandangan buruk masyarakat mengenai kaum tersebut bahkan
semakin berkembang saat ini. Apalagi masyarakat Indonesia adalah masyarakat
yang beragama. Banyak masyarakat yang menghubungkan gay dengan agama. Opini
mereka tentang gay yang melanggar ketentuan agama, nilai, dan norma selalu
dikoarkan. Menganggap gay adalah sesuatu yang hina. Bahkan tak sedikit
masyarakat berpikir bahwa gay kerap dihubungkan dengan dunia malam, seks bebas,
bergonta-ganti pasangan, bahkan HIV dan AIDS.
Saat ini masyarakat Indonesia sedang gencar menutup
beberapa situs media sosial gay seperti aplikasi Blued dan Grindr. Masyarakat
khawatir apabila kaum gay akan semakin mudah untuk berkomunikasi dan jaringan
kaum gay akan semakin banyak di Indonesia. Mengingat Indonesia adalah negara
yang menjunjung tinggi nilai, moral, dan agama, tak sedikit masyarakat yang mendukung
pemblokiran beberapa situs tersebut.
Gay dapat menular. Anggapan ini juga sering sekali
saya dengan dari beberapa orang. Seolah gay adalah adalah penakit yang menyebar
lewat virus. Masyarakat beranggapan bahwa awal mula seseornag dapat terjerumus
dalam dunia gay adalah karena lingkungan. Masyarakat seolah mematenkan pendapat
mereka mengenai hal itu. Masyarakat tidak pernah berpikir adakah faktor lain
yang dapat ditoleransi mengenai perkembangan gay. Jika Ian, kawan saya yang
selama hidupnya tidak pernah bergaul dengan dunia gay dan tidak pernah
dibesarkan dalam didikkan orang tua yang salah apakah masyarakt masih saya
menganggap gay adalah semata-mata datang dari lingkungan? Ian adalah orang yang
cerdas. Banyak prestasi yang diraihnya selama ia bersekolah dan berkuliah.
Terakhir dia bahkan diberi kesempatan untuk mengikuti sebuah konferensi pemuda berprestasi di beberapa negara. Berbicara soal agama, Ian adalah seseorang yang sangat religius. Tutur katanya juga sangat baik. Bagaimana dengan pergaulannya? Dia jauh dari kata dunia malam. Apalagi seks bebas. Berpacaran pun tidak pernah. Hanya saja satu hal yang sekarang masih menjadi polemik dalam diri Ian. Dia hanya bisa menyukai sesama jenisnya. Beberapa kali ia jatuh cinta dengan seorang lelaki. Ketakutan Ian akan anggapan buruk masyarakat membuat ia cinderung menutupi jati dirinya. Padahal semua anggapan masyarakat terhadap kaum gay justru bertolak belakang dengan kehidupan Ian yang sesungguhnya.
Terakhir dia bahkan diberi kesempatan untuk mengikuti sebuah konferensi pemuda berprestasi di beberapa negara. Berbicara soal agama, Ian adalah seseorang yang sangat religius. Tutur katanya juga sangat baik. Bagaimana dengan pergaulannya? Dia jauh dari kata dunia malam. Apalagi seks bebas. Berpacaran pun tidak pernah. Hanya saja satu hal yang sekarang masih menjadi polemik dalam diri Ian. Dia hanya bisa menyukai sesama jenisnya. Beberapa kali ia jatuh cinta dengan seorang lelaki. Ketakutan Ian akan anggapan buruk masyarakat membuat ia cinderung menutupi jati dirinya. Padahal semua anggapan masyarakat terhadap kaum gay justru bertolak belakang dengan kehidupan Ian yang sesungguhnya.
Dengan siapa Ian terbuka? Ian hanya dapat terbuka
dengan tema yang ia anggap bisa menjaga rahasianya. Ian juga menggunakan sebuah
media sosial yang menghubungkannya dengan kaum gay lainnya. Sempat saya
bertanya media sosial apakah yang ia pakai, dan apakah itu semata-mata untuk
mencari pasangan. Ian menjawab bahwa semua anggapan saya itu salah. Ternyata
terdapat sebuah media sosial gay yang jauh dari hal-hal buruk seperti apa yang
dianggap masyarakat kebanyakan. Justru media sosial tersebut dimanfaatkan
mereka, kaum gay untuk lebih produktif terutama soal kepenulisan. Sebuah media
sosial ini mirip seperti star up yang memfasilitasi beberapa creator nya untuk
membuat sebuah cerita baik cerpen, cerbung, artikel yang berisi informasi,
serta seputar kesehatan terutama kesehatan seksual. Media sosial tersebut
justru mengkapanyekan untuk menjauhi seks bebas dan melindungi diri dari HIV
AIDS yang memang kerap menimpa beberapa diantara mereka.
Adalah suatu hal yang tidak pernah saya pikirkan
sebelumnya. Anggapan buruk saya tentang buruknya kaum gay kini sedikit memudar.
Meski dalam diri saya tetap menyakini bahwa gay adalah perbuatan menyimpang,
namun saya tetap berpikir positif. Selama orang gay mampu menjaga dirinya
dengan baik, produktif, cerdas, dan tidak membawa pengaruh buruk bagi hidup
saya, mengapa saya harus berhenti berteman dengannya hanya karena dia adalah
seorang gay. Opini buruk masyarakat tentang gay bukanah seratus persen salah.
Namun bisa saja salah, karena tidak semua orang gay adalah orang yang hina.
Sama seperti kaum heteroseksual, dimana tetap saja akan ada diantara mereka
yang berperilaku baik maupun buruk. Kaum heteroseksual bukan tidak mungkin juga
akan melanggar norma dengan perilaku seks bebas mereka dan pergaulan bebas
mereka. Sama halnya dengan kaum gay. Ada diantara mereka yang tetap berada di
jalur aman, namun ada pula mereka yang melanggar norma.
Stereotipe buruk terhadap suatu kaum minoritas,
penghinaan, diskriminasi menurut saya bukanlah jalan terbaik untuk
mengembalikan kaum minoritas ini untuk kembali ke jalan yang benar. Justru akan
mematikan produktifitas mereka. Mahasiswa UI banyak yang gay, bahkan salah satu
pencipta facebook pun adalah seorang gay. Salah satu cara untuk membantu mereka
kembali ke jalan yang benar adalah melalui pendekatan yang baik, membawa mereka
ke kehidupan yang wajar dengan cara yang wajar pula.
Aku setuju sama kamu...
BalasHapusCara membantu mereka yang LGBT tidak dengan penggrebekan maupun sweeping yang kadang tidak manusiawi, bagaimanapun juga mereka manusia yang memiliki human rights. Tapi dengan pendekatan dari sisi psikologis mereka....