Rabu, 03 Januari 2018

Published Januari 03, 2018 by with 1 comment

Jagongan Seputar Pembangunan Bandara Kulon Progo



Bambang Istiyanta dan Masyarakat
(Jagongan Seputar Pembangunan Bandara Kulon Progo)
Eka Putriyana Widyastuti

Ketika dunia politik gencar dengan strategi komunikasi politik modern, anggota DPRD ini berkomitmen memeluk masyarakat tanpa strategi komunikasi politik yang menyulitkan dirinya. Adalah Bambang Istiyanta seorang anggota DPRD Kulon Progo periode 2014-2019 yang menjawat sebagai wakil ketua fraksi bersatu. Beliau memilih mengesampingkan hal-hal politik ketika ia sudah berada di ruang lingkup masyarakat. Menjadi bagian dari masyarakat adalah prinsip utama yang selalu dijunjung oleh beliau. Selama tiga tahun menjawat sebagai anggota DPRD, Bambang Istiyanta selalu berada dalam pelukan masyarakat. Menjadi orang pertama yang dipanggil saat masyarakat ingin menyaluran aspirasinya.
Bambang Istiyanta dikenal sebagai seorang yang berjiwa sosial. Beliau dengan senang hati ditemu untuk wawancara. Saat itu saya berkeinginan meminta pendapat mengenai masalah pembangunan Bandara di Kulon Progo yang akhir-akhir ini menjadi masalah sensitif di kalangan masyarakat. Umumnya, seseorang yang ingin malakukan wawancara, akan mendatangi narasumber dan membuat janji bertemu. Namun beliau justru ingin mendatangi saya di rumah dan mengajak warga lain untuk turut bergabung dalam sebuah diskusi. Di waktu senggangnya, beliau sanggup memenuhi janji wawancara dan menanggapi dengan baik apa yang ditanyakan dan menanggapi opini dan keresahan warga saat itu. Beliau dikenal sebagai seorang yang mempunyai jiwa sosialisasi yang baik. Banyak waktu yang ia sempatkan untuk sekedar melakukan jagongan dengan masyarakat.
            Selama menjawat sebagai anggota DPRD, memang banyak hal telah dilakukan Pak Bambang Istiyanta untuk turut mengembangkan potensi di Kulon Progo. Mulai dari memajukan objek wisata seperti kalibiru termasuk hal promosi, dan pembangunan dari awal objek wisata, pengembangan alun-alun wates yang tidak hanya menjadi tempat olah raga namun menjadi tempat kawasan “dolan” dengan turut serta mengembangkan pedagang kaki lima dan kawasan taman, serta turut serta dalam proses perencanaan pembangunan bandara di Kulon Progo.
            Keistimewaan dari pak Bambang Istiyanta adalah ini adalah mampu menjadi bagian masyarakat yang siap menyalurkan aspirasi masyarakat. Dari awal kampanyenya beliau memang memilih segmentasi sasasaran masyarakat Desa Karangsari. Bukan karena beliau semata-mata juga berasal dari Desa Karangsari, namun beliau menjadi satu-satunya wakil dari Desa Karangsari yang menjadi anggota DPRD Kulon Progo. Beliau menjadi satu-satunya orang yang menyalurkan aspirasi masyarakat Desa Karangsari ke meja pemerintahan. Beliau turut andil dalam pengembangan baik infrastruktur dan perekonomian di Desa Karangsari meskipun beliau juga turut andil di berbagai daerah di Kulon Progo lainnya. Tak ada strategi khusus yang beliau terapkan semasa kampanyenya. Dengan pendekatan yang intensif dan menjalin keakraban dengan masyarakat menjadi modal beliau untuk mengambil hati masyarakat. Keaktifannya dalam membantu masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya dan mendengar kebutuhan masyarakat menjadi alasan masyarakat mempercayakan kedudukan sebagai anggota DPRD kepada beliau. 

Pro Kontra Perencanaan Pembangunan Bandara

            Selama dua jam melakukan jagongan dengan Bambang Istiyanta, banyak pendapat yang ia utarakan seputar pembangunan Bandara baru di Kulon Progo yang saat itu juga menjadi topik wawancara saya. Sempat saya menanyakan tentang berbagai media yang mempublikasikan tentang keterpurukan warga korban penggusuran bandara baru Kulon Progo. Media tersebut membuat banyak publik termasuk mahasiswa terpancing dan mempercayai begitu saja yang dikatakan media. Bahkan tak sedikit mahasiswa yang membangun solidaritas dan tak sedikit pula yang melakukan aksi untuk menentang pembangunan bandara baru di Kulon Progo. Sehingga muncul berbagai pertanyaan apakah benar masyarakat Kulon Progo dirugikan secara besar-besarakan akibat pembangunan Bandara, apakah tindakan pemerintah dalam mensosialisasikan progam tersebut salah? dan apakah pemerintah salah dalam melakukan relokasi sehingga mengharuskan bentrok yang panjang dan melukai sebagian warga Kulon Progo? Adakah uji kelayakan sebelum dilakukan pembangunan?
            Beliau menjawab dengan tenang dengan kata pertama yang muncul adalah 70% warga dari seluruh warga yang relokasi menyetujui dan 30% sisanya menolak karena terprovokasi. Sedangkan warga Kulon Progo diluar wilayah relokasi bandara tidak masalah dengan pembangunan bandara dan menyambut dengan baik hadirnya bandara baru di Kulon Progo. Mengingat akan terjadi perubahan pesat perekonomian yang akan terjadi saat bandara telah di bangun. Khususnya dibidang transportasi, usaha kuliner, pariwisata dan sebagainya. Yang menjadi PR untuk pemerintah kedepannya adalah bagaimana cara membuat warga bisa mandiri dan kreatif untuk menyambut datangnya Bandara baru dengan mengasah potensi yang ada.
            30% masyarakat yang masih belum menyetujui adalanya relokasi bandara adalah masyarakat yang terprovokasi oleh pihak-pihak luar. Bambang Istiyanta berpendapat dengan adanya pembangunan besar yang akan merubah kondisi sosial dan ekonomi di kalangan masyarakat Kulon Progo pastinya akan menimbulkan kecemburuan sosial yang tinggal bagi daerah-daerah lain di Yogyakarta. Ketakutan warga lain diluar Kulon Progo akan menurunnya penghasilan perekonomian menjadi alasannya. Sebagai contoh dengan adanya pembangunan bandara pasti akan ada banyak warga Kulon Progo yang beralih profesi ke bidang transportasi seperti menyediakan jasa tumpangan seperti taxi dan ojek. Jika memang besok diperkirakan lahan bisnis jasa ini akan dikuasi oleh sebagian warga Kulon progo, tentu akan menimbulkan kecemburuan penyelenggara jasa transportasi lainnya di luar Kulon Progo yang lebih dulu telah meraup penghasilan dari jasa transportasi.
            Bukan faktor sosialisasi yang kurang, ganti rugi yang kurang, atau uji keamanan yang menjadi alasan sebagian warga masih menolak. Ini semua hanya karena faktor provokasi dan ketidaktahuan masyarakat akan pentingnya perubahan. Pemerintah telah berupaya melakukan sosialiasi dan musyawarah dengan warga setempat. Hasilnya 70% sudah bersedia untuk direlokasi dengan ganti rugi yang besar. Sedangkan persoalan tentang uji keamanan sudah dipetimbangkan melalui perencanaan pembangunan jauh-jauh hari dan telah diuji kelayakannya bahkan sebelum relokasi. Bambang Istiyanta yang turut melakukan perencaanan pembangunan ini mengatakan bahwa beliau sempat datang ke Lombok dimana disana juga direncakan sebuah pebangunan bandara baru. Beliau mengutarakan bahwa pembangunan bandara di Kulon Progo ini dinilai jauh lebih aman ketimbang pembangunan bandara di Lombok. Mengingat tidak banyak pemukiman yang berada di kawasan pembangunan Bandara Kulon Progo. Intinya wilayah tersebut bukan wilayah padat penduduk. Sehingga tidak banyak perumahan yang akan direlokasi. Letaknya di dekat pantai juga dinilai strategis ketimbang membangun bandara di luar daerah Kulon Progo yang justru dinilai lebih memiliki resiko yang besar. Beliau juga mengatakan bahwa selama pembangunan warga masih diberi akses untuk keluar masuk wilayah pantai. Ketika bandara di bangun nanti, akses para nelayan tidak akan terganggu. Sistem agraria akan tetap baik-baik saja mengingat tidak banyak lahan pertanian pokok seperti padi disana. Hanya pertanian seperti buah-buahan seperti semangka, melon, dan cabai yang itupun juga tidak akan terganggu dengan relokasi bandara.

Jangan Resah Soal Bandara

            Dalam perbincangan dengan Bambang Istiyanta, sempat pula menyinggung keresahan warga mengenai efek negatif pembangunan bandara Kulon Progo disamping mereka menyetujui pembangunan tersebut. saat itu beliau menuturkan bahwa dalam masalah perekonomia masyarakat kita harus terus aktif dan kreatif serta mandiri. Jangan jadi penonton yang hanya berdiri diam dan melihat. Masyaraat harus cekatan dan tanggap dengan apa yang akan terjadi dari perubahan besar-besaran yang akan terjadi. Terutama dalam hal perekonomian. Pemuda diharapkan tidak melulu berharap bisa turut mendapat pekerjaan masa depan di ruang lingkup bandara dengan praktis. Mengingat rencananya banyak profesi di ruang lingkup bandara yang berasal dari Angkasa Pura. Angkasa Pura yang mengambil sebagian besar tugas menjalankan fungsi bandara. Pemuda diluar itu harus pintar-pintar membaca peluang. Baik peluang usaha, pariwisata, atau bisnis jasa lainnya yang berkaitan dengan pengoprasian bandara tersebut. Kalau sampai pemuda mampu melakukannya maka perekonomian di Kulon Progo akan berhasil dan akan jauh lebih baik dari sekarang.
Jangan resah soal pembangunan bandara, yang patut diresahkan adalah pembangunan tol. Kalau pembangunan bandara dinilai akan menelan banyak korban relokasi dan akan mematikan sistem agrarian, maka itu dinilai tidak seberapa jika dibandingkan dengan pembangunan tol yang juga sempat rencananya akan dibuat di Kulon Progo. Pembangunan tol ini justru akan memakan banyak wilayah warga yang terelokasi. Mengingat luas dan panjangnya lahan yang akan dipakai. Tak hanya perumahan tapi persawahan akan terkena imbas pembangunan jalan tol sedangkan pembangunan bandara hanya sedikit wilayahnya dan tidak menganggu sistem agraria. Selain itu sistem retribusi yang wajib diterapkan di akses jalan tol juga menjadi petimbangan. 

Sistem Agraria dan Nasib Nelayan 

            Bandara tidak akan merenggut sistem agraria. Bandara tidak akan mengganggu produksi padi di Kulon Progo. Sawah masih tetap berfungsi dengan baik. Tidak ada sawah yang tergusur. Petani padi tidak banyak dijumpai di kawasan relokasi bandara. hanya berupa tanaman-tanaman musiman seperti semangka, melon, dan cabai yang tumbuh disekitar kawasan relokasi bandara. Tambak udang masih aman dan nelayan masih bisa mendapatkan akses untuk mencari ikan.
            Menurut Bambang Istiyanta, justru sistem agrarian khususnya penanaman padi akan dikembangkan di wilayah Kulon Progo daerah Nanggulan dan Girimulya dimana letaknya di pegunungan hijau dan jauh dari relokasi bandara. Kulon Progo masih luas. Menurutnya, seharusnya agrarian digalakan di kawasan-kawasan pegunungan tersebut dengan memanfaatkan lahan-lahan yang ada. Sebagai seseorang yang sering andil dalam perencanaan pembangunan, beliau menuturkan bahwa sudah dilakukan pembukaan lahan sawah di kawasan Nanggulan untuk ditanami padi, dan akan berencana untuk menggalakan pertanian lain di berbagai wilayah Kulon Progo khususnya pertanian buah-buahan seperti melon dan semangka dengan memanfaatkan teknologi pertanian terbarukan. Sehingga bisa mengganti produksi melon di kawasan relokasi bandara bila memang benar bandara akan mengganggu produksi buah-buahan tersebut.
            Mengapa perlu menggalakan pertanian di wilayah seperti Nanggulan dan Girimulyo, bagaimana dengan kawasan kota seperti Wates? Beliau menuturkan bahwa memang kini persawahan di Wates sudah semakin sedikit. Artinya telah banyak yang digusur. Bukan karena Bandara. Justru pembangunan kampus-kampus dan ruko-ruko lainnya. Contohnya perluasan kampus UNY Wates berdampak semakin sempitnya wilayah persawahan karena harus menggunakan lahan persawahan untuk membuat bangunan. Belum lagi UGM yang juga berencana membangun sekoah vodkasi di kawasan Terbah yang juga merenggut lahan persawahan. Beliau berpendapat bahwa memang benar nantinya Wates akan menjadi kota yang besar apabila pembangunan berjalan dengan baik. Perekonomian akan meningkat tajam apalagi dibarengi dengan adanya bandara baru. Untuk itu, sebisa mungkin sistem pertanian akan ditingkatkan di wilayah-wilayah seperti Nanggulan, Girimulyo, Kokap, dan sebagainya dimana jauh dari imbas pembangunan besar-besaran tersebut. 

Membuka Hati dan Wawasan Masyarakat Setempat 

            Tanpa sadar jagongan bersama Bambang Istiyanta dan warga kala itu sekaligus membuka cakrawala baru bagi warga yang turut serta dalam jagongan. Setidaknya ada dorongan kepada warga untuk bersama-sama menyongsong dan menyambut perubahan yang baru. Dengan persiapan yang matang maka segala perubahan akan menjadikan dampak positif yang besar. Warga tidak hanya tahu sebatas bayang-bayang kemajuan di masa depan, namun bisa memahami bahwa untuk kemajuan perlu tindakan yang besar dan itu dimulai dari sekarang.
            Tidak salah Bambang Istiyanta memilih Karangsari sebagai sasaran komunikasi politiknya. Sikap yang diberikan oleh Bambang Istiyanta dalam berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung dan membuka wawasan masyarakat dilakukan dengan cara mengobrol bersama-sama atau disebut dengan jagingan seperti saat dimana saya mewawancai beliau. Mengingat sebagaian besar warga Karangsari masih jauh dari hingar bingar modernitas dan media massa, membuat metode pendekatan ini menjadi lebih efektif. Tidak banyak informasi yang dapat dipetik melalui media massa khususnya di desa yang masih terpencil dan minim jaringan internet.

Jagongan Sebagai Bagian dari Posisitioning
 
            Bambang Istiyanta menyadari akan perubahan peta pemikiran masyarakat tentang politik setiap saat. Kumpul bersama warga sering kali dianggap sebagai bagian dari kampanye politiknya agar mendapat kepercayaan saat kembali mengajukan dirinya sebagai anggota DPRD di periode selanjutnya. Warga sekarang juga telah memiliki kesadaran untuk menghentikan aksi money politic. Tapi apabila ia memang akan mengajukan dirinya sekali lagi di periode selanjutnya ia tetap akan memilih Karangsari sebagai segmentasi sasaran politiknya dan memposisikan dirinya semata-mata sebagai wakil dari Desa tersebut untuk menyalurkan aspirasi masyarakatnya. Dengan berkumpul bersama warga atau jagongan ini Bambang Istiyanta mengambil hati masyarakatnya. Kedekatannya kepada masyarakat menjadi alasan masyarakat memepercayainya. Apalagi jika selama ia menjabat sebagai anggota DPRD di periode ini telah banyak yang ia lakukan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat dan turut mengembangkan perekonomian dan infrastruktur masyarakat maka ia telah memberi bukti dengan langkahnya.
            Berbicara seputar komunikasi politik modern, Bambang Istiyanta mengaku tidak memberlakukan ini di ranah segmentasi sasaran politiknya di Desa Karangsari. Perkembangan komunikasi politik modern sekarang ini memang telah menggunakan berbagai media massa baik digital maupun konvensional. Namun beliau membaca bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Karangsari terbiasa dengan pendekatan secara langsung dan memasyarakat. Karena masyarakat di Karangsari menginginkan bukti nyata dari hasil kerja seorang anggota DPRD dan bukan persoalan visi dan misi. Apapun yang dikerjakan oleh anggota DPRD adalah murni tugas dan tanggung jawab sebagai wakil masyarakatnya.
           



    email this       edit

1 komentar:

  1. Eka... sukak deh, Tulisanmu bagus seperti biasanya, dan usahamu mendapatkan sumber ga main-main. Sebagai pihak yang kontra sih saran aja, seharusnya juga ditambah interview langsung ke lapangan yang 30% menolak itu. Apakah benar pendapat mereka itu seperti yang dikatakan sumbermu. Walau 'hanya' 30% , mereka tetaplah manusia. Kita mebicarakan insan dan nyawa, bukan angka. Semangaaaat, pendapat boleh beda, tapi tujuan kita sama-sama majuin bangsa. ;)

    BalasHapus