Bambang Istiyanta dan Masyarakat
(Jagongan Seputar Pembangunan Bandara Kulon Progo)
Eka Putriyana Widyastuti
Ketika dunia politik gencar dengan strategi komunikasi politik
modern, anggota DPRD ini berkomitmen memeluk masyarakat tanpa strategi
komunikasi politik yang menyulitkan dirinya. Adalah Bambang Istiyanta seorang
anggota DPRD Kulon Progo periode 2014-2019 yang menjawat sebagai wakil ketua
fraksi bersatu. Beliau memilih mengesampingkan hal-hal politik ketika ia sudah
berada di ruang lingkup masyarakat. Menjadi bagian dari masyarakat adalah
prinsip utama yang selalu dijunjung oleh beliau. Selama tiga tahun menjawat
sebagai anggota DPRD, Bambang Istiyanta selalu berada dalam pelukan masyarakat.
Menjadi orang pertama yang dipanggil saat masyarakat ingin menyaluran
aspirasinya.
Bambang Istiyanta dikenal sebagai seorang yang berjiwa sosial. Beliau
dengan senang hati ditemu untuk wawancara. Saat itu saya berkeinginan meminta
pendapat mengenai masalah pembangunan Bandara di Kulon Progo yang akhir-akhir
ini menjadi masalah sensitif di kalangan masyarakat. Umumnya, seseorang yang
ingin malakukan wawancara, akan mendatangi narasumber dan membuat janji
bertemu. Namun beliau justru ingin mendatangi saya di rumah dan mengajak warga
lain untuk turut bergabung dalam sebuah diskusi. Di waktu senggangnya, beliau
sanggup memenuhi janji wawancara dan menanggapi dengan baik apa yang ditanyakan
dan menanggapi opini dan keresahan warga saat itu. Beliau dikenal sebagai
seorang yang mempunyai jiwa sosialisasi yang baik. Banyak waktu yang ia
sempatkan untuk sekedar melakukan jagongan dengan masyarakat.
Selama menjawat sebagai anggota
DPRD, memang banyak hal telah dilakukan Pak Bambang Istiyanta untuk turut
mengembangkan potensi di Kulon Progo. Mulai dari memajukan objek wisata seperti
kalibiru termasuk hal promosi, dan pembangunan dari awal objek wisata,
pengembangan alun-alun wates yang tidak hanya menjadi tempat olah raga namun
menjadi tempat kawasan “dolan” dengan turut serta mengembangkan pedagang kaki
lima dan kawasan taman, serta turut serta dalam proses perencanaan pembangunan bandara
di Kulon Progo.
Keistimewaan dari pak Bambang
Istiyanta adalah ini adalah mampu menjadi bagian masyarakat yang siap menyalurkan
aspirasi masyarakat. Dari awal kampanyenya beliau memang memilih segmentasi
sasasaran masyarakat Desa Karangsari. Bukan karena beliau semata-mata juga
berasal dari Desa Karangsari, namun beliau menjadi satu-satunya wakil dari Desa
Karangsari yang menjadi anggota DPRD Kulon Progo. Beliau menjadi satu-satunya
orang yang menyalurkan aspirasi masyarakat Desa Karangsari ke meja
pemerintahan. Beliau turut andil dalam pengembangan baik infrastruktur dan perekonomian
di Desa Karangsari meskipun beliau juga turut andil di berbagai daerah di Kulon
Progo lainnya. Tak ada strategi khusus yang beliau terapkan semasa kampanyenya.
Dengan pendekatan yang intensif dan menjalin keakraban dengan masyarakat
menjadi modal beliau untuk mengambil hati masyarakat. Keaktifannya dalam membantu
masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya dan mendengar kebutuhan masyarakat
menjadi alasan masyarakat mempercayakan kedudukan sebagai anggota DPRD kepada
beliau.
Pro Kontra Perencanaan
Pembangunan Bandara
Selama
dua jam melakukan jagongan dengan Bambang Istiyanta, banyak pendapat yang ia
utarakan seputar pembangunan Bandara baru di Kulon Progo yang saat itu juga
menjadi topik wawancara saya. Sempat saya menanyakan tentang berbagai media
yang mempublikasikan tentang keterpurukan warga korban penggusuran bandara baru
Kulon Progo. Media tersebut membuat banyak publik termasuk mahasiswa terpancing
dan mempercayai begitu saja yang dikatakan media. Bahkan tak sedikit mahasiswa
yang membangun solidaritas dan tak sedikit pula yang melakukan aksi untuk
menentang pembangunan bandara baru di Kulon Progo. Sehingga muncul berbagai pertanyaan
apakah benar masyarakat Kulon Progo dirugikan secara besar-besarakan akibat
pembangunan Bandara, apakah tindakan pemerintah dalam mensosialisasikan progam
tersebut salah? dan apakah pemerintah salah dalam melakukan relokasi sehingga
mengharuskan bentrok yang panjang dan melukai sebagian warga Kulon Progo?
Adakah uji kelayakan sebelum dilakukan pembangunan?
Beliau menjawab dengan tenang dengan
kata pertama yang muncul adalah 70% warga dari seluruh warga yang relokasi
menyetujui dan 30% sisanya menolak karena terprovokasi. Sedangkan warga Kulon
Progo diluar wilayah relokasi bandara tidak masalah dengan pembangunan bandara
dan menyambut dengan baik hadirnya bandara baru di Kulon Progo. Mengingat akan
terjadi perubahan pesat perekonomian yang akan terjadi saat bandara telah di
bangun. Khususnya dibidang transportasi, usaha kuliner, pariwisata dan sebagainya.
Yang menjadi PR untuk pemerintah kedepannya adalah bagaimana cara membuat warga
bisa mandiri dan kreatif untuk menyambut datangnya Bandara baru dengan mengasah
potensi yang ada.
30% masyarakat yang masih belum
menyetujui adalanya relokasi bandara adalah masyarakat yang terprovokasi oleh
pihak-pihak luar. Bambang Istiyanta berpendapat dengan adanya pembangunan besar
yang akan merubah kondisi sosial dan ekonomi di kalangan masyarakat Kulon Progo
pastinya akan menimbulkan kecemburuan sosial yang tinggal bagi daerah-daerah
lain di Yogyakarta. Ketakutan warga lain diluar Kulon Progo akan menurunnya
penghasilan perekonomian menjadi alasannya. Sebagai contoh dengan adanya
pembangunan bandara pasti akan ada banyak warga Kulon Progo yang beralih
profesi ke bidang transportasi seperti menyediakan jasa tumpangan seperti taxi
dan ojek. Jika memang besok diperkirakan lahan bisnis jasa ini akan dikuasi
oleh sebagian warga Kulon progo, tentu akan menimbulkan kecemburuan
penyelenggara jasa transportasi lainnya di luar Kulon Progo yang lebih dulu telah
meraup penghasilan dari jasa transportasi.
Bukan faktor sosialisasi yang
kurang, ganti rugi yang kurang, atau uji keamanan yang menjadi alasan sebagian
warga masih menolak. Ini semua hanya karena faktor provokasi dan ketidaktahuan
masyarakat akan pentingnya perubahan. Pemerintah telah berupaya melakukan
sosialiasi dan musyawarah dengan warga setempat. Hasilnya 70% sudah bersedia
untuk direlokasi dengan ganti rugi yang besar. Sedangkan persoalan tentang uji
keamanan sudah dipetimbangkan melalui perencanaan pembangunan jauh-jauh hari
dan telah diuji kelayakannya bahkan sebelum relokasi. Bambang Istiyanta yang
turut melakukan perencaanan pembangunan ini mengatakan bahwa beliau sempat
datang ke Lombok dimana disana juga direncakan sebuah pebangunan bandara baru. Beliau
mengutarakan bahwa pembangunan bandara di Kulon Progo ini dinilai jauh lebih
aman ketimbang pembangunan bandara di Lombok. Mengingat tidak banyak pemukiman
yang berada di kawasan pembangunan Bandara Kulon Progo. Intinya wilayah
tersebut bukan wilayah padat penduduk. Sehingga tidak banyak perumahan yang
akan direlokasi. Letaknya di dekat pantai juga dinilai strategis ketimbang
membangun bandara di luar daerah Kulon Progo yang justru dinilai lebih memiliki
resiko yang besar. Beliau juga mengatakan bahwa selama pembangunan warga masih
diberi akses untuk keluar masuk wilayah pantai. Ketika bandara di bangun nanti,
akses para nelayan tidak akan terganggu. Sistem agraria akan tetap baik-baik
saja mengingat tidak banyak lahan pertanian pokok seperti padi disana. Hanya pertanian
seperti buah-buahan seperti semangka, melon, dan cabai yang itupun juga tidak
akan terganggu dengan relokasi bandara.
Jangan Resah
Soal Bandara
Dalam
perbincangan dengan Bambang Istiyanta, sempat pula menyinggung keresahan warga
mengenai efek negatif pembangunan bandara Kulon Progo disamping mereka
menyetujui pembangunan tersebut. saat itu beliau menuturkan bahwa dalam masalah
perekonomia masyarakat kita harus terus aktif dan kreatif serta mandiri. Jangan
jadi penonton yang hanya berdiri diam dan melihat. Masyaraat harus cekatan dan
tanggap dengan apa yang akan terjadi dari perubahan besar-besaran yang akan
terjadi. Terutama dalam hal perekonomian. Pemuda diharapkan tidak melulu
berharap bisa turut mendapat pekerjaan masa depan di ruang lingkup bandara
dengan praktis. Mengingat rencananya banyak profesi di ruang lingkup bandara
yang berasal dari Angkasa Pura. Angkasa Pura yang mengambil sebagian besar
tugas menjalankan fungsi bandara. Pemuda diluar itu harus pintar-pintar membaca
peluang. Baik peluang usaha, pariwisata, atau bisnis jasa lainnya yang
berkaitan dengan pengoprasian bandara tersebut. Kalau sampai pemuda mampu
melakukannya maka perekonomian di Kulon Progo akan berhasil dan akan jauh lebih
baik dari sekarang.
Jangan resah soal pembangunan bandara, yang patut diresahkan adalah
pembangunan tol. Kalau pembangunan bandara dinilai akan menelan banyak korban
relokasi dan akan mematikan sistem agrarian, maka itu dinilai tidak seberapa
jika dibandingkan dengan pembangunan tol yang juga sempat rencananya akan
dibuat di Kulon Progo. Pembangunan tol ini justru akan memakan banyak wilayah
warga yang terelokasi. Mengingat luas dan panjangnya lahan yang akan dipakai. Tak
hanya perumahan tapi persawahan akan terkena imbas pembangunan jalan tol
sedangkan pembangunan bandara hanya sedikit wilayahnya dan tidak menganggu
sistem agraria. Selain itu sistem retribusi yang wajib diterapkan di akses
jalan tol juga menjadi petimbangan.
Sistem Agraria
dan Nasib Nelayan
Bandara
tidak akan merenggut sistem agraria. Bandara tidak akan mengganggu produksi
padi di Kulon Progo. Sawah masih tetap berfungsi dengan baik. Tidak ada sawah
yang tergusur. Petani padi tidak banyak dijumpai di kawasan relokasi bandara.
hanya berupa tanaman-tanaman musiman seperti semangka, melon, dan cabai yang
tumbuh disekitar kawasan relokasi bandara. Tambak udang masih aman dan nelayan
masih bisa mendapatkan akses untuk mencari ikan.
Menurut Bambang Istiyanta, justru
sistem agrarian khususnya penanaman padi akan dikembangkan di wilayah Kulon
Progo daerah Nanggulan dan Girimulya dimana letaknya di pegunungan hijau dan
jauh dari relokasi bandara. Kulon Progo masih luas. Menurutnya, seharusnya agrarian
digalakan di kawasan-kawasan pegunungan tersebut dengan memanfaatkan
lahan-lahan yang ada. Sebagai seseorang yang sering andil dalam perencanaan pembangunan,
beliau menuturkan bahwa sudah dilakukan pembukaan lahan sawah di kawasan
Nanggulan untuk ditanami padi, dan akan berencana untuk menggalakan pertanian
lain di berbagai wilayah Kulon Progo khususnya pertanian buah-buahan seperti
melon dan semangka dengan memanfaatkan teknologi pertanian terbarukan. Sehingga
bisa mengganti produksi melon di kawasan relokasi bandara bila memang benar
bandara akan mengganggu produksi buah-buahan tersebut.
Mengapa perlu menggalakan pertanian
di wilayah seperti Nanggulan dan Girimulyo, bagaimana dengan kawasan kota
seperti Wates? Beliau menuturkan bahwa memang kini persawahan di Wates sudah
semakin sedikit. Artinya telah banyak yang digusur. Bukan karena Bandara.
Justru pembangunan kampus-kampus dan ruko-ruko lainnya. Contohnya perluasan
kampus UNY Wates berdampak semakin sempitnya wilayah persawahan karena harus
menggunakan lahan persawahan untuk membuat bangunan. Belum lagi UGM yang juga
berencana membangun sekoah vodkasi di kawasan Terbah yang juga merenggut lahan
persawahan. Beliau berpendapat bahwa memang benar nantinya Wates akan menjadi
kota yang besar apabila pembangunan berjalan dengan baik. Perekonomian akan
meningkat tajam apalagi dibarengi dengan adanya bandara baru. Untuk itu, sebisa
mungkin sistem pertanian akan ditingkatkan di wilayah-wilayah seperti
Nanggulan, Girimulyo, Kokap, dan sebagainya dimana jauh dari imbas pembangunan
besar-besaran tersebut.
Membuka Hati
dan Wawasan Masyarakat Setempat
Tanpa sadar jagongan bersama Bambang Istiyanta dan warga kala
itu sekaligus membuka cakrawala baru bagi warga yang turut serta dalam
jagongan. Setidaknya ada dorongan kepada warga untuk bersama-sama menyongsong
dan menyambut perubahan yang baru. Dengan persiapan yang matang maka segala
perubahan akan menjadikan dampak positif yang besar. Warga tidak hanya tahu sebatas
bayang-bayang kemajuan di masa depan, namun bisa memahami bahwa untuk kemajuan
perlu tindakan yang besar dan itu dimulai dari sekarang.
Tidak salah Bambang Istiyanta
memilih Karangsari sebagai sasaran komunikasi politiknya. Sikap yang diberikan
oleh Bambang Istiyanta dalam berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung
dan membuka wawasan masyarakat dilakukan dengan cara mengobrol bersama-sama atau
disebut dengan jagingan seperti saat dimana saya mewawancai beliau. Mengingat
sebagaian besar warga Karangsari masih jauh dari hingar bingar modernitas dan
media massa, membuat metode pendekatan ini menjadi lebih efektif. Tidak banyak
informasi yang dapat dipetik melalui media massa khususnya di desa yang masih
terpencil dan minim jaringan internet.
Jagongan
Sebagai Bagian dari Posisitioning
Bambang
Istiyanta menyadari akan perubahan peta pemikiran masyarakat tentang politik setiap
saat. Kumpul bersama warga sering kali dianggap sebagai bagian dari kampanye
politiknya agar mendapat kepercayaan saat kembali mengajukan dirinya sebagai
anggota DPRD di periode selanjutnya. Warga sekarang juga telah memiliki
kesadaran untuk menghentikan aksi money politic. Tapi apabila ia memang
akan mengajukan dirinya sekali lagi di periode selanjutnya ia tetap akan
memilih Karangsari sebagai segmentasi sasaran politiknya dan memposisikan
dirinya semata-mata sebagai wakil dari Desa tersebut untuk menyalurkan aspirasi
masyarakatnya. Dengan berkumpul bersama warga atau jagongan ini Bambang
Istiyanta mengambil hati masyarakatnya. Kedekatannya kepada masyarakat menjadi
alasan masyarakat memepercayainya. Apalagi jika selama ia menjabat sebagai
anggota DPRD di periode ini telah banyak yang ia lakukan untuk menyampaikan
aspirasi masyarakat dan turut mengembangkan perekonomian dan infrastruktur
masyarakat maka ia telah memberi bukti dengan langkahnya.
Berbicara seputar komunikasi politik
modern, Bambang Istiyanta mengaku tidak memberlakukan ini di ranah segmentasi
sasaran politiknya di Desa Karangsari. Perkembangan komunikasi politik modern
sekarang ini memang telah menggunakan berbagai media massa baik digital maupun
konvensional. Namun beliau membaca bahwa sebagian besar masyarakat di Desa
Karangsari terbiasa dengan pendekatan secara langsung dan memasyarakat. Karena masyarakat
di Karangsari menginginkan bukti nyata dari hasil kerja seorang anggota DPRD
dan bukan persoalan visi dan misi. Apapun yang dikerjakan oleh anggota DPRD
adalah murni tugas dan tanggung jawab sebagai wakil masyarakatnya.
Eka... sukak deh, Tulisanmu bagus seperti biasanya, dan usahamu mendapatkan sumber ga main-main. Sebagai pihak yang kontra sih saran aja, seharusnya juga ditambah interview langsung ke lapangan yang 30% menolak itu. Apakah benar pendapat mereka itu seperti yang dikatakan sumbermu. Walau 'hanya' 30% , mereka tetaplah manusia. Kita mebicarakan insan dan nyawa, bukan angka. Semangaaaat, pendapat boleh beda, tapi tujuan kita sama-sama majuin bangsa. ;)
BalasHapus