Kabar Surat Kabar
Semenjak Munculnya Media Baru (Internet)
Semenjak Munculnya Media Baru (Internet)
Eka Putriyana Widyastuti/16419141010
Surat
kabar menjadi sangat berperan dalam penyampaian informasi sejak era Hindia
Belanda. Ditandai munculnya surat kabar berbahasa belanda Batavia en
Politique dan setelahnya munculnya Medan Prijaji, surat kabar yang
dibuat dengan bahasa Indonesia oleh seluruh tenaga kerja yang juga dari
Indonesia. Seiring berjalannya waktu surat kabar hampir tergerus
keberadaannya sejak munculnya media baru yaitu radio yang merupakan media
komunikasi berupa audio. Radio dianggap lebih mudah dalam menyampaikan pesan
dan bentuk modernitas dalam penyampaian informasi. Sama seperti halnya surat
kabar, keberadaan radio sempat dipertanyakan keeksisannya setelah munculnya
media audio visual televisi. Radio dan surat kabar seolah menjadi media yang
terpinggirkan dan bukan lagi menjai prioritas masyarakat dalam mencari sumber
informasi. Namun di masa itu, dimana radio dan televisi muncul keberadaannya,
surat kabar mampu mempertahankan dirinya menjadi media cetak yang menjadi
sumber informasi yang literat. Ketiga media tersebut mampu berjalan
berdampingan seiring waktu. Meski perkembangan media cetak tahun demi tahun
mengalami pernurunan semenjak adanya media baru tersebut.
Dilansir dari data Serikat Perusahaan Pers
(dh/Serikat/ Penerbitan Surat Kabar/SPS) tahun 2013 menyebutkan, bahwa di tahun
2011, jumlah penerbitan media cetak adalah sejumlah 685 baik koran harian
maupun mingguan dengan jumlah tiras atau keterjualan mencapai 10,5 juta
eksemplar. Di tahun 2012, jumlah penerbitan menurun menjadi 630 penerbitan
dengan tiras 10 juta eksemplar. Dan di tahun 2013, jumlah penerbitan semakin
menurun menjadi 514 penerbitan dan tiras sejumlah 10 juta eksemplar. Dan di
tahun 2017 ini, ketua SPS Ahmad Djauhar, memprediksi bahwa masih akan terjadi
penutupan media cetak hingga akhir 2017, yang disebabkan menurunnya pemasukan
utama yakni iklan yang turun hingga 40%. Melihat hal tersebut, lalu bagaimanakah
nasib dari surat kabar saat ini sebagai akibat datangnya media baru?
Kabar Surat Kabar Konvensional di
Berbagai Negara
Dilansir dari
Pressreader, Di Asia seperti China dan India minat baca khalayak terhadap surat
kabar konvensional atau cetak masih sangat tinggi meskipun internet sudah
berkembang luas disana. Diperkirakan selama lima tahun kedepan, terhitung dari
tahun 2015, China dan India diperkirakan masih mempertahankan eksistensi surat
kabar. Mengingat minat baca dan tumbuhnya literasi media yang tinggi di
kalangan masyarakat disana, membuat sebagian besar khalayak suka membaca dan
memanfaatkan surat kabar untuk mencari sumber informasi yang layak. Sedangkan
gerusan digital media sangat terasa di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Telah
banyak surat kabar yang tutup dan beralih ke digital. The New Day yang baru
saja didirikan pada tahun 2016, hanya berumur selama satu tahun dan kini telah
beralih ke digital media.
Penurunan global media cetak dan koran yang terjadi Eropa dan Amerika tersebut
juga akan dirasakan di Indonesia diperkirakan
akan mengalami penurunan menjadi 400 surat kabar yang bertahan di akhir tahun
2017 ini.
Di Indonesia telah banyak dijumpai
berbagai surat kabar dalam bentuk media online. Kompas.com, Detik.com,
Tempo.co, BBC News dan sebagainya adalah contoh dari beberapa surat kabar
memanfaatkan peluang perubahan media untuk melebarkan sayapnya. Mereka memahami
apa yang masyarakat perlukan saat ini. Kebutuhan informasi yang cepat dan up
to date yang dibutuhkan masyarakat menjadikan momen ini sebagai kesempatan
beberapa surat kabar untuk tidak hanya berhenti dengan media cetak saja namun semakin
merambah pula ke media online.
Media online memberikan fasilitas bagi khalayak untuk mendapatkan
banyak berita baru, mudah, cepat, dan murah setiap hari. Ditengah kesibukan
khalayak, mereka akan dengan mudah menjangkau segala informasi berita tanpa
membawa sebuah koran kertas, hanya dengan telepon pintar mereka masing-masing.
Hadirnya Internet Dianggap Peluang
Kini
media tidak hanya lagi berupa cetak, audio visual seperti radio dan televisi,
namun merambah ke media online sejak datangnya internet. Radio dan
televisi konvensional mulai tergerus sejak adanya internet. Lalu bagaimana
dengan surat kabar, media yang terbentuk sebelum adanya radio dan televisi?
Perubahan media saat ini, telah menjadi sebuah tantangan dan peluang bagi surat
kabar di Indonesia. Menurut Stoltz (1997) dalam jurnal R.Masri (2013: 1)
mengatakan bahwa perubahan (changes) selalu mengandung dua kemungkinan, yakni
ancaman dan peluang. Bagi orang mempunyai jiwa optimis akan menganggap hal
tersebut adalah peluang besar untuk melebarkan sayap industri media, namun bagi
orang yang pesimis justru akan mengancam pondasi industri medianya.
Dari hasil wawancara yang kutip dari laman
BBC.com bersama Nukman Lutfhie, Direktur Virtual Consulting, sebuah perusahaan
konsultan media dan internet di Jakarta mengatakan bahwa sekarang ini di
Indonesia, rata-rata orang menghabiskan waktu 2,3 jam perhari, internet 2 jam,
sementara membaca koran hanya 34 menit. Sedangkan menurut data dari APJII
(Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia) pada tahun 2013 ada sebanyak 82 netizen
dan hingga pertengahan 2017 ini telah terjadi peningkatan jumlah netizen
menjadi 145 juta netizen diiringi semakin menurunnya jumlah penerbitan
media cetak dan keterjualannya. Itu berarti, khalayak kini tidak lagi
memprioritaskan media cetak sebagai sumber informasi mereka. Adanya internet
membuat khalayak semakin beralih ke media online dengan bukti semakin
meningkatnya jumlah netizen di tahun 2017 ini. Menyikapi hal ini, bagi
industri media cetak yang peka terhadap kemajuan teknologi, akan memposisikan
dirinya sesuai dengan perkembangan teknologi tersebut. Mereka berangsur-angsur
akan mentransformasikan dirinya menjadi media online demi memahami
kebutuhan khalayak yang semakin menginginkan datangnya informasi dengan cepat,
mudah, dan murah.
Khalayak kini tidak banyak yang
memilih membaca berita utama pada koran atau media cetak. Berita utama sudah
dipublikasikan lebih cepat melalui media online. Surat kabar kini hanya dibutuhkan khalayak hanya sebatas untuk
mengambil informasi berupa opini, tokoh, dan sosok. Apalagi isu-isu less
paper yang kian gencar disebarluaskan ke masyarakat luas, membuat sebagian
khalayak menyadari pentingnya menghemat kertas dan lebih memilih menggunakan gadget
mereka dan beralih ke e-paper yang juga kian mudah diakses melalui
jaringan internet yang semakin mudah diakses di Indonesia.
Pengaruhnya bagi Khalayak
Media online yang menyajikan
berita dengan cara yang berbeda inilah yang menimbulkan dampak serius bagi
khalayak. Bagaimana dengan tingkat kemampuan baca mereka terhadap wacana?
Keadaan semakin diperparah dengan banjirnya informasi dari berbagai media online
di setiap detiknya membuat banyak khalayak sulit memfilter berbagai informasi
yang masuk. Khalayak semakin sulit membedakan mana wacana yang seharusnya
dibaca maupun yang tidak. Khalayak kini tidak lagi belajar memahami isi atau
peristiwa dalam berita namun hanya mengingat berita tentang apa tanpa paham
bagaimana isinya. Cepatnya informasi yang didapat dari media online,
membuat khalayak tidak membaca berita sampai ke akarnya. Terkadang kemampuan
mereka hanya sebatas membaca cepat dan bahkan hanya membaca headline-nya
saja.
Secara umum media mempunyai tujuan
agar khalayaknya mempelajari peristiwa, tetapi media tidak berusaha mengajar
orang-orang tentang hal-hal yang ada dalam berita. (McQuail: 1987: 246). Media online
ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak apabila khalayak mampu mengontrol
dengan baik penggunaan media online internet tersebut. Khalayak
diharapkan mampu memilih wacana berita sesuai dengan kapasitas mereka
masing-masing atau sesuai dengan bagian mana yang ingin dibaca sehingga yang
lain bisa diabaikan bila merasa perlu diabaikan. Dengan begitu kepahamanan
khalayak terhadap isi wacana akan lebih tinggi dibanding khalayak membaca semua
berita namun tidak sampai ke akarnya.
Dalam meningkatkan pemahaman terhadap wacana dalam media online,
perlu adanya sebuah kontrol komunikasi internet yang interaktif. Menurut
Williams, Rice, dan Rogers 1998 dalam Jurnal Hadi (2009: 75) mengatakan bahwa
kontrol komunikasi internet ada pada pengguna. Internet mampu memberikan
informasi dari pada sekedar persuasi. Internet bukan sekedar menawarkan suatu
hal untuk bersenang-senang. Jika khalayak dapat menggunakan internet dengan
baik, maka ia akan mendapatkan beragam informasi dengan mudah dan benar. Sesuai
dengan fungsi media, dimana sebuah media termasuk internet berfungsi untuk to
inform, to educate, to persuade, dan to entertain. Jika khalayak ingin
menggunakan internet untuk mencari informasi yang benar, maka khalayak perlu
menggunakan internet sesuai dengan fungsinya yaitu to inform. Ada banyak
sumber berita di internet yang menjamur. Maka perlu khalayak mencari sumber
berita yang benar. Walaupun secara tidak sadar, internet mampu memberikan
fungsi to persuade atau mempengaruhi pola pikir khalayak, namun khalayak
perlu memfilter mana yang seharusnya perlu diikuti atau yang tidak perlu
diikuti. Banyaknya komentar ujaran kebencian dan komentar provokatif di media online
saat ini, membuktikan bahwa internet juga memberikan fungsi to persuade,
meskipun hal tersebut seharusnya berimbas positif atau ajakan kebaikan namun realitanya
banyak pengguna internet yang menggunakan internet untuk menulis wacana yang
provokatif.
Perlunya Koran
Beradaptasi
Internet
tidak akan mematikan peredaran koran. Justru akan memberikan peluang besar bagi
industri media cetak untuk perlahan menyesuaikan jaman. Tidak ada salahnya
apabila koran memperbaiki tampilannya. Koran yang semua merupakan media cetak,
tidaklah mengapa apabila menambahkan elemen lain di dalam tubuhnya. Koran yang
merupakan media cetak akan tetap bertahan, namun sebaiknya beriringan dengan
perkembangan jaman. Artinya, koran tidak harus menjadi egois menganggap sebagai
satu-satunya media cetak dan paling diutamakan. Mengingat kebutuhan khalayak
akan informasi yang cepat, murah, dan mudah di akses, ada baiknya koran
mengembangkan diri menjadi media online pula.
Banyak
koran yang pada akhirnya mati seperti sinar harapan dan harian bola. Kebanyakan
karena kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan teknologi. Sehingga
menganggap internet adalah pembunuh media cetak. Padahal bila membaca peluang,
justru dengan internetlah mereka akan bertahan. Seperti harian kompas, yang
juga mengembangkan dirinya menjadi media online namun tetap mempertahankan
komitmen mereka sebagai penyaji berita akurat melalui media cetak, mengingat banyaknya
media online yang tidak mengedepankan jurnalismenya dan hanya untuk
meningkatkan traffic-nya, Kompas, menganggap bahwa media online adalah
skoci pada perahu. Tetap dibutuhkan, namun lebih baik menggunakan perahu dahulu
sebelum skoci. Lebih baik tetap membaca media cetak, mengingat banyak tulisan
berkualitas disana, meski tetap mengandalkan media online dalam kondisi
terentu. (https://www.kompasiana.com/pepihnugraha/bukan-saatnyasenjakalakami_568babb1f4927
3920975 c22b diakses tanggal 13
Desember 2017)
Daftar Pustaka
Imran, Hasyim Ali. 2012. “Surat Kabar dan Khalayak: Sebuah
Tinjauan”. Jurnal INSANI STISIP. No 12. Juni 2012. Hal 50.
Putra, R Masri
Sareb. 2013. “Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-Paper dan Online”.
Jurnal Ultima Humaniora. Vol 1 No 1. Maret 2013. Hal 1.
McQuail, Denis.
1987. Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Jakarta. Edisi Kedua:
Erlangga. Hal 246.
Hadi, Ido
Prijana. 2009. Perkembangan Teknologi Komunikasi dalam Era Jurnalistik Modern. Jurnal
Ilmiah SCRIPTURA. Vol 3 No 1. Januari 2009. Hal 75.
Inc.https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170704/281749859377136
diakses pada 29 November 2017
www.bbc.com/idonesia/laporan_khusus/2010/03/100312_mediainternet diakses pada tanggal 29 November 2017
http://id.m.spsindonesia.org/ Diakses tanggal 11 Desember 2017
https://www.kompasiana.com/pepihnugraha/bukan-saatnya
senjakalakami_568babb1f49273920975c22b diakses tanggal 13 Desember
2017
0 komentar:
Posting Komentar