Selasa, 12 Desember 2017

Published Desember 12, 2017 by with 0 comment

Kabar Surat Kabar Semenjak Munculnya Media Baru



Kabar Surat Kabar
Semenjak Munculnya Media Baru (Internet)
Eka Putriyana Widyastuti/16419141010

Surat kabar menjadi sangat berperan dalam penyampaian informasi sejak era Hindia Belanda. Ditandai munculnya surat kabar berbahasa belanda Batavia en Politique dan setelahnya munculnya Medan Prijaji, surat kabar yang dibuat dengan bahasa Indonesia oleh seluruh tenaga kerja yang juga dari Indonesia. Seiring berjalannya waktu surat kabar hampir tergerus keberadaannya sejak munculnya media baru yaitu radio yang merupakan media komunikasi berupa audio. Radio dianggap lebih mudah dalam menyampaikan pesan dan bentuk modernitas dalam penyampaian informasi. Sama seperti halnya surat kabar, keberadaan radio sempat dipertanyakan keeksisannya setelah munculnya media audio visual televisi. Radio dan surat kabar seolah menjadi media yang terpinggirkan dan bukan lagi menjai prioritas masyarakat dalam mencari sumber informasi. Namun di masa itu, dimana radio dan televisi muncul keberadaannya, surat kabar mampu mempertahankan dirinya menjadi media cetak yang menjadi sumber informasi yang literat. Ketiga media tersebut mampu berjalan berdampingan seiring waktu. Meski perkembangan media cetak tahun demi tahun mengalami pernurunan semenjak adanya media baru tersebut.
Dilansir dari data Serikat Perusahaan Pers (dh/Serikat/ Penerbitan Surat Kabar/SPS) tahun 2013 menyebutkan, bahwa di tahun 2011, jumlah penerbitan media cetak adalah sejumlah 685 baik koran harian maupun mingguan dengan jumlah tiras atau keterjualan mencapai 10,5 juta eksemplar. Di tahun 2012, jumlah penerbitan menurun menjadi 630 penerbitan dengan tiras 10 juta eksemplar. Dan di tahun 2013, jumlah penerbitan semakin menurun menjadi 514 penerbitan dan tiras sejumlah 10 juta eksemplar. Dan di tahun 2017 ini, ketua SPS Ahmad Djauhar, memprediksi bahwa masih akan terjadi penutupan media cetak hingga akhir 2017, yang disebabkan menurunnya pemasukan utama yakni iklan yang turun hingga 40%. Melihat hal tersebut, lalu bagaimanakah nasib dari surat kabar saat ini sebagai akibat datangnya media baru?

Kabar Surat Kabar Konvensional di Berbagai Negara

Dilansir dari Pressreader, Di Asia seperti China dan India minat baca khalayak terhadap surat kabar konvensional atau cetak masih sangat tinggi meskipun internet sudah berkembang luas disana. Diperkirakan selama lima tahun kedepan, terhitung dari tahun 2015, China dan India diperkirakan masih mempertahankan eksistensi surat kabar. Mengingat minat baca dan tumbuhnya literasi media yang tinggi di kalangan masyarakat disana, membuat sebagian besar khalayak suka membaca dan memanfaatkan surat kabar untuk mencari sumber informasi yang layak. Sedangkan gerusan digital media sangat terasa di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Telah banyak surat kabar yang tutup dan beralih ke digital. The New Day yang baru saja didirikan pada tahun 2016, hanya berumur selama satu tahun dan kini telah beralih ke digital media. Penurunan global media cetak dan koran yang terjadi Eropa dan Amerika tersebut juga akan dirasakan di Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan menjadi 400 surat kabar yang bertahan di akhir tahun 2017 ini.
Di Indonesia telah banyak dijumpai berbagai surat kabar dalam bentuk media online. Kompas.com, Detik.com, Tempo.co, BBC News dan sebagainya adalah contoh dari beberapa surat kabar memanfaatkan peluang perubahan media untuk melebarkan sayapnya. Mereka memahami apa yang masyarakat perlukan saat ini. Kebutuhan informasi yang cepat dan up to date yang dibutuhkan masyarakat menjadikan momen ini sebagai kesempatan beberapa surat kabar untuk tidak hanya berhenti dengan media cetak saja namun semakin merambah pula ke media online.  Media online memberikan fasilitas bagi khalayak untuk mendapatkan banyak berita baru, mudah, cepat, dan murah setiap hari. Ditengah kesibukan khalayak, mereka akan dengan mudah menjangkau segala informasi berita tanpa membawa sebuah koran kertas, hanya dengan telepon pintar mereka masing-masing.
Hadirnya Internet Dianggap Peluang
Kini media tidak hanya lagi berupa cetak, audio visual seperti radio dan televisi, namun merambah ke media online sejak datangnya internet. Radio dan televisi konvensional mulai tergerus sejak adanya internet. Lalu bagaimana dengan surat kabar, media yang terbentuk sebelum adanya radio dan televisi? Perubahan media saat ini, telah menjadi sebuah tantangan dan peluang bagi surat kabar di Indonesia. Menurut Stoltz (1997) dalam jurnal R.Masri (2013: 1) mengatakan bahwa perubahan (changes) selalu mengandung dua kemungkinan, yakni ancaman dan peluang. Bagi orang mempunyai jiwa optimis akan menganggap hal tersebut adalah peluang besar untuk melebarkan sayap industri media, namun bagi orang yang pesimis justru akan mengancam pondasi industri medianya.
 Dari hasil wawancara yang kutip dari laman BBC.com bersama Nukman Lutfhie, Direktur Virtual Consulting, sebuah perusahaan konsultan media dan internet di Jakarta mengatakan bahwa sekarang ini di Indonesia, rata-rata orang menghabiskan waktu 2,3 jam perhari, internet 2 jam, sementara membaca koran hanya 34 menit. Sedangkan menurut data dari APJII (Asosiasi Jasa Pengguna Internet Indonesia) pada tahun 2013 ada sebanyak 82 netizen dan hingga pertengahan 2017 ini telah terjadi peningkatan jumlah netizen menjadi 145 juta netizen diiringi semakin menurunnya jumlah penerbitan media cetak dan keterjualannya. Itu berarti, khalayak kini tidak lagi memprioritaskan media cetak sebagai sumber informasi mereka. Adanya internet membuat khalayak semakin beralih ke media online dengan bukti semakin meningkatnya jumlah netizen di tahun 2017 ini. Menyikapi hal ini, bagi industri media cetak yang peka terhadap kemajuan teknologi, akan memposisikan dirinya sesuai dengan perkembangan teknologi tersebut. Mereka berangsur-angsur akan mentransformasikan dirinya menjadi media online demi memahami kebutuhan khalayak yang semakin menginginkan datangnya informasi dengan cepat, mudah, dan murah.
Khalayak kini tidak banyak yang memilih membaca berita utama pada koran atau media cetak. Berita utama sudah dipublikasikan lebih cepat melalui media online. Surat kabar kini hanya dibutuhkan khalayak hanya sebatas untuk mengambil informasi berupa opini, tokoh, dan sosok. Apalagi isu-isu less paper yang kian gencar disebarluaskan ke masyarakat luas, membuat sebagian khalayak menyadari pentingnya menghemat kertas dan lebih memilih menggunakan gadget mereka dan beralih ke e-paper yang juga kian mudah diakses melalui jaringan internet yang semakin mudah diakses di Indonesia.
Pengaruhnya bagi Khalayak
Media online yang menyajikan berita dengan cara yang berbeda inilah yang menimbulkan dampak serius bagi khalayak. Bagaimana dengan tingkat kemampuan baca mereka terhadap wacana? Keadaan semakin diperparah dengan banjirnya informasi dari berbagai media online di setiap detiknya membuat banyak khalayak sulit memfilter berbagai informasi yang masuk. Khalayak semakin sulit membedakan mana wacana yang seharusnya dibaca maupun yang tidak. Khalayak kini tidak lagi belajar memahami isi atau peristiwa dalam berita namun hanya mengingat berita tentang apa tanpa paham bagaimana isinya. Cepatnya informasi yang didapat dari media online, membuat khalayak tidak membaca berita sampai ke akarnya. Terkadang kemampuan mereka hanya sebatas membaca cepat dan bahkan hanya membaca headline-nya saja.
Secara umum media mempunyai tujuan agar khalayaknya mempelajari peristiwa, tetapi media tidak berusaha mengajar orang-orang tentang hal-hal yang ada dalam berita. (McQuail: 1987: 246). Media online ini akan sangat bermanfaat bagi khalayak apabila khalayak mampu mengontrol dengan baik penggunaan media online internet tersebut. Khalayak diharapkan mampu memilih wacana berita sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing atau sesuai dengan bagian mana yang ingin dibaca sehingga yang lain bisa diabaikan bila merasa perlu diabaikan. Dengan begitu kepahamanan khalayak terhadap isi wacana akan lebih tinggi dibanding khalayak membaca semua berita namun tidak sampai ke akarnya.
Dalam meningkatkan pemahaman terhadap wacana dalam media online, perlu adanya sebuah kontrol komunikasi internet yang interaktif. Menurut Williams, Rice, dan Rogers 1998 dalam Jurnal Hadi (2009: 75) mengatakan bahwa kontrol komunikasi internet ada pada pengguna. Internet mampu memberikan informasi dari pada sekedar persuasi. Internet bukan sekedar menawarkan suatu hal untuk bersenang-senang. Jika khalayak dapat menggunakan internet dengan baik, maka ia akan mendapatkan beragam informasi dengan mudah dan benar. Sesuai dengan fungsi media, dimana sebuah media termasuk internet berfungsi untuk to inform, to educate, to persuade, dan to entertain. Jika khalayak ingin menggunakan internet untuk mencari informasi yang benar, maka khalayak perlu menggunakan internet sesuai dengan fungsinya yaitu to inform. Ada banyak sumber berita di internet yang menjamur. Maka perlu khalayak mencari sumber berita yang benar. Walaupun secara tidak sadar, internet mampu memberikan fungsi to persuade atau mempengaruhi pola pikir khalayak, namun khalayak perlu memfilter mana yang seharusnya perlu diikuti atau yang tidak perlu diikuti. Banyaknya komentar ujaran kebencian dan komentar provokatif di media online saat ini, membuktikan bahwa internet juga memberikan fungsi to persuade, meskipun hal tersebut seharusnya berimbas positif atau ajakan kebaikan namun realitanya banyak pengguna internet yang menggunakan internet untuk menulis wacana yang provokatif.
Perlunya Koran Beradaptasi
            Internet tidak akan mematikan peredaran koran. Justru akan memberikan peluang besar bagi industri media cetak untuk perlahan menyesuaikan jaman. Tidak ada salahnya apabila koran memperbaiki tampilannya. Koran yang semua merupakan media cetak, tidaklah mengapa apabila menambahkan elemen lain di dalam tubuhnya. Koran yang merupakan media cetak akan tetap bertahan, namun sebaiknya beriringan dengan perkembangan jaman. Artinya, koran tidak harus menjadi egois menganggap sebagai satu-satunya media cetak dan paling diutamakan. Mengingat kebutuhan khalayak akan informasi yang cepat, murah, dan mudah di akses, ada baiknya koran mengembangkan diri menjadi media online pula.
            Banyak koran yang pada akhirnya mati seperti sinar harapan dan harian bola. Kebanyakan karena kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan teknologi. Sehingga menganggap internet adalah pembunuh media cetak. Padahal bila membaca peluang, justru dengan internetlah mereka akan bertahan. Seperti harian kompas, yang juga mengembangkan dirinya menjadi media online namun tetap mempertahankan komitmen mereka sebagai penyaji berita akurat melalui media cetak, mengingat banyaknya media online yang tidak mengedepankan jurnalismenya dan hanya untuk meningkatkan traffic-nya, Kompas, menganggap bahwa media online adalah skoci pada perahu. Tetap dibutuhkan, namun lebih baik menggunakan perahu dahulu sebelum skoci. Lebih baik tetap membaca media cetak, mengingat banyak tulisan berkualitas disana, meski tetap mengandalkan media online dalam kondisi terentu. (https://www.kompasiana.com/pepihnugraha/bukan-saatnyasenjakalakami_568babb1f4927
3920975 c22b diakses tanggal 13 Desember 2017)


           





Daftar Pustaka

Imran, Hasyim Ali. 2012. “Surat Kabar dan Khalayak: Sebuah Tinjauan”. Jurnal INSANI STISIP. No 12. Juni 2012. Hal 50.
Putra, R Masri Sareb. 2013. “Studi Kasus Migrasi Kompas Analog ke E-Paper dan Online”. Jurnal Ultima Humaniora. Vol 1 No 1. Maret 2013. Hal 1.
McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar. Jakarta. Edisi Kedua: Erlangga. Hal 246.
Hadi, Ido Prijana. 2009. Perkembangan Teknologi Komunikasi dalam Era Jurnalistik Modern. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Vol 3 No 1. Januari 2009. Hal 75.
Inc.https://www.pressreader.com/indonesia/kompas/20170704/281749859377136 diakses pada 29 November 2017
http://id.m.spsindonesia.org/ Diakses tanggal 11 Desember 2017
https://www.kompasiana.com/pepihnugraha/bukan-saatnya senjakalakami_568babb1f49273920975c22b diakses tanggal 13 Desember 2017






    email this       edit

0 komentar:

Posting Komentar