Sabtu, 08 April 2017

Published April 08, 2017 by with 0 comment

Warisan Dari Sang Guru Jurnalisme



 Warisan Dari Sang Guru Jurnalisme
Eka Putriyana Widyastuti




Judul                            : Kompas Way Jacob’s Legacy
Penulis                         : St. Sularto dan F. Harianto Santoso
Cetakan                       : Pertama, 2016
Halaman                      : 256
Penerbit                       : Kompas Gramedia
Kota terbit                   : Jakarta


            85 tahun sudah umur Jacob Oetama. Buku ini ditulis oleh St Sularto dan F. Harianto Santosa sebagai hadiah untuk umur Jacob Oetomo yang ke 85.  Sang pendiri dan perintis lembaga media bisnis yang ia beri nama Kompas. Bersama rekannya, Ojong, yang telah meninggal pada tahun 1980, mereka mendirikan Kompas sebagai media pers yang tidak hanya menyimpan kepercayaan masyarakat, namun juga sebagai lembaga media yang merangkap pula sebagai lembaga pendidikan bagi masyarakat. 

            Buku ini, membahas rekam jejak, pemikiran jurnalisme, dan karya salah satu pendiri kompas, Jacob Oetomo. Dalam buku ini menyampaikan hal yang diberi nama Kompas Way atau Cara Kompas sebagai salah satu warisan berharga dari sang perintis dalam rangka mencerahkan dan berkembang untuk menjaga keindependenan sebagai lembaga media yang idealis dan lembaga bisnis yang terhormat berdasarkan rekam jejak dan pemikiran jurnalisme dari sang perintis Kompas. 

Jurnalisme Pembangunan, Jurnalisme Fakta, dan Jurnalisme Makna

           Menurut Jacob Oetomo, setiap lembaga media atau pers memiliki keunikan jiwa dasar masing-masing untuk mengembangkan diri. Dengan keunikan jiwa dasar masing-masing. Mereka hanya berbeda dalam cara menyampaikan dan mengekspresikan pandangan masing-masing. Setiap media memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap suatu kejadian dan fakta sehingga permasalahan yang diangkat pu berbeda, termasuk cara menarasikan berikut olusi yang ditawarkan. Intinya pers menyamaikan critics with understanding. (Halaman 40-41) 

           Kompas pun demikian, kompas melahirkan temuan-temuan cerdas untuk menghadapi tantangan media pers. Menurut Jacob Oetomo, lahirnya temuan berupa Jurnalisme pembangunan, jurnalisme fakta, dan jurnalisme makna, merupakan cara untuk terus mencerahkan dan mengambangkan kompas ditengah berbagai tantangan. 

           Cyber media semakin meluas dimanapun, kompas way hadir dengan jurnalisme fakta. Ketika tantangan atas cyber dan hadirnya media social yang lebih mengandalkan kecepatanan mengakses berita, media cetak kompas memiliki senjata berupa jurnalisme makna dan tetap dalam koridor pancasila. Tak lupa pula dengan jargonnya sebagai lembaga media sekaligus lembaga pendidik masyarakat.  Dan tentu saja tanpa meninggalkan sisi industry media yaitu bisnis yang profesional dan bersih. 

Guru Jurnalisme dan Civic Education

           Kanisius Ojong dan Jacob Oetama, pendiri dan perintis kompas ini, memiliki latar belakang seorang guru. Mereka menjadi guru sebelum dan ketika mereka telah menjadi wartawan.  Begitupun kompas, yang juga menjadi lembaga pendidik di tangan Jacob Oetomo selalu menampilkan sosok dirinya yang juga sebagai guru jurnalisme dan pendidikan kwarganegaraan

            Jacob Oetomo sebagai guru jurnalisme dan pendidikan kwarganegaraan, bertindak sebagai pendamping atau mentor bagi penulis-penulis buku. Ia memulai karirnya sebagai guru sejarah kemudian menjadi penulis untuk biografi-biografi para tokoh. Dalam buku dikatakan bahwa jika bangsa Yunani bangga dengan Herodutos, maka Indonesia bangga dengan figur Sartono Kartodirdjo, Sajogyo, Sediono, Soedjatmiko, Onghokham, termasuk juga wartawan-wartawan seperti Mochtar Lubis, PK Ojong, Rosihan Anwar, dan Jacob Oetomo. 

           Salah stau murid Jacob yaitu, Ignas Kladen menempatkan Jacob Oetomo sebagai pendidik sebagai bentuk apresiasinya terhadap Jacob yang memberikan pemahaman-pemahaman tentang apa yang diajarkan Jacob lewat tulisan-tulisan tajuk, analisis, dan wilayah garapan serta cara mengolahnya. Menurut Jacob, wartawan itu layaknya penelitian social dimana wartawan btidak hanya berkaitan atau berhubungan dengan kantornya atau perusahaan, namun wartawan berhubungan dan berkaitan langsung dengan public atau khalayak atau pembaca. 

Mengenal Tanah Air (MengIndonesia)

           Menurut Jacob Tanah Air kita Indonesia ini memiliki kekayaan alam yang maha besar. Akan tetapi banyak orang yang tidak mengenal secara detail apa saja kekayaan Indonesia. Menurut Jacob, mengenal negeri sendiri tidakhanya mengenal potensi wisata, kekayaan alam, aut dan hutan serta modal ekonomisnya. Namun juga mengenal Indonesia dari sisi budaya dan keragaman lainnya. Menjadi Indonesia yang baik, bukan hanya dengan menjaga keutuhan diatara keragaman budaya tersebut. Namun seberapa besar orang Indonesia dapat dengan aktif untuk terus produktif dengan memanfaatkan limpahan alam tersebut.

           Jacob dalam menerjemahkan gagasan besar kebangsaan Bhinneka Tunggal Ika secara nyata berpendapat bahwa media memiliki peran yang amat penting dalam rangka menganggakat ke permukaan dan mengumumkannya lewat media pers, elektronik, maupau digital tentang keanekaragaman Indonesia. Hal ini dikarenakan agar masyarakat mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari negeri ini. Dan dapat dijadikan acuan mereka dalam mengembangkan diri sebagai bangsa yang modern, adil, dan sejahtera, memanfaatkan potensi sebagai pariwisata domestic, serta dapat memanfaatkan warisan alam yang dianugrahkan oleh Tuhan dengan baik. (Halaman 101-102)

           Indonesia adalah Negara yang serumpun dan sama-sama berkembang awal mulanya dnegan Negara lain layaknya Malaysia. Namun yang jadi pertanyaan mengapa Malaysia lebih maju dan meninggalkan pesat Indonesia. Padahal begitu banyak sumber daya dan kekayaan di Indonesia. Jacob kemudian bertanya, apakah hal ini karena adanya kesalahan dalam manajemen di Negara ini? Namun Jacob berujar bahwa semuanya kan terus diperbaiki seiring adanya reformasi saat ini. Lewat reformasi ini bangsa kita dapat bangkit dari keterpurukan dn terus mengejar ketertinggalannya. 

           Jacob juga berujar pada wartawan-wartawannya, menegaskan kembali, bahwa media perlu mengangkat kembali apa yang seharusnya diperlihatakan dan dikenalkan kepada public tentang Indonesia. Karena bukan selakyaknya pemiliki rumah tak mengenal tempat tinggalnya sendiri. Bagaimana mungkin pula ia akan mengenal pagar pembatasnya apabila tak mengenal tempat tinggalnya sekalipun. 

           Obsesi Jacob Oetomo untuk mengenal lebih jauh tentang Indonesia, bukan hanya mengajak public untuk mengenal kekayaan Indonesia secara mendalam, namun juga sebagai upaya edukatif untuk mengajak public untuk turut ikut mengambangkan Indonesia kea rah masa depan yang baik. 

Terus Belajar Tiada Henti

             Selain buku-buku, Negara-negara, nama-nama besar, peristiwa sehari-hari, Jacob terus menggalli inspirasinya yang kemudian ia sampaikan kepada masyarakat sebagai bahan ajar sekaligus mendidik masyarakat. Dan tak lupa moto hidupnya yaitu terus menerus belajar tiada henti. 

           Jacob memiliki 3 pengalaman belajar yang besar selama hidupnya. Pertama ketika ia berada di Muntilah dan bertemu dengan sosok yang ia kagumi, yaitu Romo Sandjaja. Kedua, ketika ketika ia melakukan pendidikan seminari yang berperan dalam proses membentuk kepriadian Jacob dan membentuk kepercayaan Jacob terhadap nilai-nilai. Ketiga, kebiasaan reflektif sebagai bagian utuh keseharian Jacob yang disebut Intuisi Intelektual. 

           Ada banyak hal tentang Jacob Oetomo di dalam buku ini yang begitu banyak dan menginspirasi, selain tentang latar belakangnya, riwayat hidupnya, karyanya, namun juga pandangan jurnalisme yang mengkritisi setiap peristiwa dan sikapnya yang layak dijuluki sebagai guru jurnalisme dan civic education. Walaupun buku ini terkesan menyampaikan pandangan idealisme seseorang yang terkesan menggurui, namun perlu diketahui bahwa setiap hal dibagikan dalam buku ini bermanfaat dan sangat patut diteladani.
          
          
          
           
    email this       edit

0 komentar:

Posting Komentar