Warisan Dari Sang Guru Jurnalisme
Eka Putriyana Widyastuti
Judul : Kompas Way Jacob’s Legacy
Penulis : St. Sularto dan F. Harianto
Santoso
Cetakan :
Pertama, 2016
Halaman :
256
Penerbit :
Kompas Gramedia
Kota terbit :
Jakarta
85 tahun sudah umur Jacob Oetama. Buku
ini ditulis oleh St Sularto dan F. Harianto Santosa sebagai hadiah untuk umur
Jacob Oetomo yang ke 85. Sang pendiri
dan perintis lembaga media bisnis yang ia beri nama Kompas. Bersama rekannya,
Ojong, yang telah meninggal pada tahun 1980, mereka mendirikan Kompas sebagai
media pers yang tidak hanya menyimpan kepercayaan masyarakat, namun juga
sebagai lembaga media yang merangkap pula sebagai lembaga pendidikan bagi
masyarakat.
Buku ini, membahas rekam jejak,
pemikiran jurnalisme, dan karya salah satu pendiri kompas, Jacob Oetomo. Dalam
buku ini menyampaikan hal yang diberi nama Kompas Way atau Cara Kompas sebagai
salah satu warisan berharga dari sang perintis dalam rangka mencerahkan dan
berkembang untuk menjaga keindependenan sebagai lembaga media yang idealis dan
lembaga bisnis yang terhormat berdasarkan rekam jejak dan pemikiran jurnalisme dari
sang perintis Kompas.
Jurnalisme Pembangunan,
Jurnalisme Fakta, dan Jurnalisme Makna
Menurut
Jacob Oetomo, setiap lembaga media atau pers memiliki keunikan jiwa dasar
masing-masing untuk mengembangkan diri. Dengan keunikan jiwa dasar
masing-masing. Mereka hanya berbeda dalam cara menyampaikan dan mengekspresikan
pandangan masing-masing. Setiap media memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap
suatu kejadian dan fakta sehingga permasalahan yang diangkat pu berbeda,
termasuk cara menarasikan berikut olusi yang ditawarkan. Intinya pers
menyamaikan critics with understanding.
(Halaman 40-41)
Kompas
pun demikian, kompas melahirkan temuan-temuan cerdas untuk menghadapi tantangan
media pers. Menurut Jacob Oetomo, lahirnya temuan berupa Jurnalisme
pembangunan, jurnalisme fakta, dan jurnalisme makna, merupakan cara untuk terus
mencerahkan dan mengambangkan kompas ditengah berbagai tantangan.
Cyber media semakin meluas dimanapun,
kompas way hadir dengan jurnalisme fakta. Ketika tantangan atas cyber dan hadirnya media social yang
lebih mengandalkan kecepatanan mengakses berita, media cetak kompas memiliki
senjata berupa jurnalisme makna dan tetap dalam koridor pancasila. Tak lupa
pula dengan jargonnya sebagai lembaga media sekaligus lembaga pendidik
masyarakat. Dan tentu saja tanpa
meninggalkan sisi industry media yaitu bisnis yang profesional dan bersih.
Guru Jurnalisme
dan Civic Education
Kanisius Ojong dan Jacob Oetama, pendiri dan
perintis kompas ini, memiliki latar belakang seorang guru. Mereka menjadi guru
sebelum dan ketika mereka telah menjadi wartawan. Begitupun kompas, yang juga menjadi lembaga
pendidik di tangan Jacob Oetomo selalu menampilkan sosok dirinya yang juga
sebagai guru jurnalisme dan pendidikan kwarganegaraan
Jacob Oetomo sebagai guru jurnalisme dan pendidikan
kwarganegaraan, bertindak sebagai pendamping atau mentor bagi penulis-penulis
buku. Ia memulai karirnya sebagai guru sejarah kemudian menjadi penulis untuk
biografi-biografi para tokoh. Dalam buku dikatakan bahwa jika bangsa Yunani
bangga dengan Herodutos, maka Indonesia bangga dengan figur Sartono
Kartodirdjo, Sajogyo, Sediono, Soedjatmiko, Onghokham, termasuk juga
wartawan-wartawan seperti Mochtar Lubis, PK Ojong, Rosihan Anwar, dan Jacob
Oetomo.
Salah stau murid Jacob yaitu, Ignas Kladen
menempatkan Jacob Oetomo sebagai pendidik sebagai bentuk apresiasinya terhadap
Jacob yang memberikan pemahaman-pemahaman tentang apa yang diajarkan Jacob
lewat tulisan-tulisan tajuk, analisis, dan wilayah garapan serta cara
mengolahnya. Menurut Jacob, wartawan itu layaknya penelitian social dimana
wartawan btidak hanya berkaitan atau berhubungan dengan kantornya atau
perusahaan, namun wartawan berhubungan dan berkaitan langsung dengan public
atau khalayak atau pembaca.
Mengenal Tanah
Air (MengIndonesia)
Menurut Jacob Tanah Air kita Indonesia ini memiliki
kekayaan alam yang maha besar. Akan tetapi banyak orang yang tidak mengenal
secara detail apa saja kekayaan Indonesia. Menurut Jacob, mengenal negeri
sendiri tidakhanya mengenal potensi wisata, kekayaan alam, aut dan hutan serta
modal ekonomisnya. Namun juga mengenal Indonesia dari sisi budaya dan keragaman
lainnya. Menjadi Indonesia yang baik, bukan hanya dengan menjaga keutuhan
diatara keragaman budaya tersebut. Namun seberapa besar orang Indonesia dapat
dengan aktif untuk terus produktif dengan memanfaatkan limpahan alam tersebut.
Jacob dalam menerjemahkan gagasan besar kebangsaan
Bhinneka Tunggal Ika secara nyata berpendapat bahwa media memiliki peran yang amat
penting dalam rangka menganggakat ke permukaan dan mengumumkannya lewat media
pers, elektronik, maupau digital tentang keanekaragaman Indonesia. Hal ini
dikarenakan agar masyarakat mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan dari
negeri ini. Dan dapat dijadikan acuan mereka dalam mengembangkan diri sebagai
bangsa yang modern, adil, dan sejahtera, memanfaatkan potensi sebagai
pariwisata domestic, serta dapat memanfaatkan warisan alam yang dianugrahkan
oleh Tuhan dengan baik. (Halaman 101-102)
Indonesia adalah Negara yang serumpun dan sama-sama
berkembang awal mulanya dnegan Negara lain layaknya Malaysia. Namun yang jadi
pertanyaan mengapa Malaysia lebih maju dan meninggalkan pesat Indonesia.
Padahal begitu banyak sumber daya dan kekayaan di Indonesia. Jacob kemudian
bertanya, apakah hal ini karena adanya kesalahan dalam manajemen di Negara ini?
Namun Jacob berujar bahwa semuanya kan terus diperbaiki seiring adanya
reformasi saat ini. Lewat reformasi ini bangsa kita dapat bangkit dari
keterpurukan dn terus mengejar ketertinggalannya.
Jacob juga berujar pada wartawan-wartawannya, menegaskan
kembali, bahwa media perlu mengangkat kembali apa yang seharusnya
diperlihatakan dan dikenalkan kepada public tentang Indonesia. Karena bukan
selakyaknya pemiliki rumah tak mengenal tempat tinggalnya sendiri. Bagaimana
mungkin pula ia akan mengenal pagar pembatasnya apabila tak mengenal tempat
tinggalnya sekalipun.
Obsesi Jacob Oetomo untuk mengenal lebih jauh tentang
Indonesia, bukan hanya mengajak public untuk mengenal kekayaan Indonesia secara
mendalam, namun juga sebagai upaya edukatif untuk mengajak public untuk turut
ikut mengambangkan Indonesia kea rah masa depan yang baik.
Terus Belajar Tiada
Henti
Selain buku-buku,
Negara-negara, nama-nama besar, peristiwa sehari-hari, Jacob terus menggalli
inspirasinya yang kemudian ia sampaikan kepada masyarakat sebagai bahan ajar
sekaligus mendidik masyarakat. Dan tak lupa moto hidupnya yaitu terus menerus
belajar tiada henti.
Jacob memiliki 3 pengalaman belajar yang besar selama
hidupnya. Pertama ketika ia berada di Muntilah dan bertemu dengan sosok yang ia
kagumi, yaitu Romo Sandjaja. Kedua, ketika ketika ia melakukan pendidikan
seminari yang berperan dalam proses membentuk kepriadian Jacob dan membentuk
kepercayaan Jacob terhadap nilai-nilai. Ketiga, kebiasaan reflektif sebagai
bagian utuh keseharian Jacob yang disebut Intuisi Intelektual.
Ada banyak hal tentang Jacob Oetomo di dalam buku ini yang
begitu banyak dan menginspirasi, selain tentang latar belakangnya, riwayat
hidupnya, karyanya, namun juga pandangan jurnalisme yang mengkritisi setiap
peristiwa dan sikapnya yang layak dijuluki sebagai guru jurnalisme dan civic
education. Walaupun buku ini terkesan menyampaikan pandangan idealisme
seseorang yang terkesan menggurui, namun perlu diketahui bahwa setiap hal
dibagikan dalam buku ini bermanfaat dan sangat patut diteladani.
0 komentar:
Posting Komentar